Iklan

Tuesday, August 4, 2009

LATAR BELAKANG DAN PENGGUNAAN PARITTA



LATAR BELAKANG
DAN PENGGUNAAN PARITTA


1. Abhaya Paritta
Paritta ini digunakan untuk perlindungan terhadap tanda-tanda jelek, mimpi buruk, dan lain-lain.

2. Aïgulimala Paritta
Paritta ini terdapat di dalam Majjhima Nikàya. Pada suatu hari, Aïgulimala menemui seorang wanita hamil yang mengalami penderitaan melahirkan yang parah. Ia merasa kasihan kepada wanita itu dan menceritakannya kepada Sang Buddha. Sang Buddha mengajari Aïgulimala untuk mengucapkan pernyataan kebenaran agar bisa menolong wanita itu. Kemudian Aïgulimala kembali ke tempat wanita itu, membacakan paritta ini dan penderitaan wanita itupun menjadi berkurang. Ia segera melahirkan anak dengan mudah dan lancar.

Paritta ini digunakan untuk mempermudah kelahiran dan keselamatan ibu yang melahirkan serta anak yang dilahirkan.

3. Atànàtiya Paritta
Paritta ini memberitahu bahwa Mahàrajika (Dewa) Vessavaba (Kuvera) berjumpa dengan Sang Buddha dan mengucapkan paritta ini supaya penganut-penganut Sang Buddha mendapat perlindungan terhadap yakkha dan dewa lain yang jahat.

4. Bojjhaïga Paritta
Terdapat dalam Samyutta Nikàya dan berisikan tentang tujuh faktor untuk mencapai Bodhi (Penerangan Sempurna). Dibacakan untuk menyembuhkan Sang Buddha, Yang Ariya Moggallana dan Yang Ariya Kassapa dari penyakit.

Paritta ini digunakan untuk menyembuhkan penyakit.

5. Buddha Jaya Maïgala Gàthà
Paritta ini dibacakan untuk kejayaan dalam segala usaha.

6. Dhajagga Paritta
Dalam Samyutta Nikàya, Sang Buddha memberitahu penganut-Nya bahwa Dewa-raja Sakka meminta dewa-dewa melihat panjinya atau panji Ketua Dewa Pajapati, Varuna dan Isana, apabila mereka merasa takut sewaktu bertempur dengan asura. Tetapi Sang Buddha menyatakan cara ini mungkin boleh atau tidak boleh membantu mereka karena Dewa-raja Sakka masih segan dan gugup (panik). Sebaliknya, Sang Buddha tak segan dan tidak gugup karena Beliau telah menghapuskan keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kegelapan batin (moha). Oleh karena itu, pengikut Sang Buddha, apabila seorang bhikkhu atau umat merasa takut, gemetar atau bulu roma berdiri, dia patut mengingat kepada Sang Buddha, Dhamma dan Saïgha. Dengan demikian semua perasaan itu akan hilang.

Paritta ini adalah untuk menghapuskan segala ketakutan, gemetar dan bulu roma berdiri.

7. Dukkhappattàdigàthà
Paritta ini adalah untuk menghapuskan penderitaan dan duka cita.
8. Jaya Paritta
Paritta ini dibacakan untuk kejayaan dalam semua usaha dan untuk kesejahteraan.

9. Karaõãyametta Sutta
Paritta ini terdapat dalam Sutta Nipata. Pada suatu ketika, lima ratus orang bhikkhu sampai ke hutan untuk berlatih meditasi. Dewa-dewi yang tinggal di sana, yaitu di atas pohon-pohon merasa terganggu. Mereka terpaksa turun ke tanah untuk menghormati bhikkhu-bhikkhu tersebut (supaya mereka tidak duduk lebih tinggi dari para bhikkhu). Setelah beberapa hari dewa-dewi merasa hampa lalu menjelma sebagai hantu dan memekik untuk menghalau mereka.

Bhikkhu-bhikkhu itu kembali kepada Sang Buddha untuk mendapat nasihat. Sang Buddha mengajarkan mereka sutta ini, lalu mereka kembali ke hutan itu dan mengucapkan sutta ini. Setelah itu, dewa-dewi merasakan kasih sayang yang dipancarkan dan mereka tidak menghalau para bhikkhu lagi.

Paritta kasih sayang ini dibacakan supaya dewa dan hantu tidak membahayakan atau mengganggu kita.

10. Khandha Paritta
Dalam buku Cullavagga (Vinaya-Pitaka) terdapat kisah seorang bhikkhu yang meninggal karena digigit ular. Sang Buddha memberitahu penganut-Nya bahwa bhikkhu patut memancarkan pikiran kasih sayang kepada ular dengan mengajarkan paritta ini kepada mereka untuk mendapatkan perlindungan.

Paritta ini digunakan sebagai suatu perlindungan dari ular dan semua makhluk, terutama saat berada di dalam hutan.

11. Maïgala Sutta
Paritta ini terkenal sekali dan tercantum dalam Sutta Nipata (Khuddaka Nikàya). Pada suatu malam, seorang dewa berjumpa dengan Sang Buddha dan meminta penjelasan mengenai berkah utama supaya dapat hidup dalam keselamatan.

Paritta ini digunakan bukan hanya untuk perlindungan dari segala bahaya, tetapi juga untuk mencapai keputusan dalam semua jenis masalah.

12. Mora Paritta
Dalam kisah Jataka terdapat cerita mengenai seekor burung merak yang selalu mengucapakan paritta ini sebelum ia keluar mencari makanan setiap pagi hari dan pada malam hari apabila ia hendak tidur. Oleh karena itu, ia tidak pernah tertangkap oleh pemburu.

Paritta ini digunakan untuk keselamatan keluarga siang dan malam, untuk perlindungan apabila keluar dari rumah dan juga untuk mendapatkan kebebasan saat ditawan oleh musuh.
13. Ratana Sutta
Pada suatu ketika, kota Vesali mengalami bencana kelaparan (famine) dan wabah penyakit teruk (epidemic). Banyak orang yang meninggal sehingga mayat mereka yang berbau telah menyebabkan hantu-hantu jahat datang ke Vesali. Karena tidak dapat menyelesaikan tiga masalah ini, Raja Vesali memohon bantuan kepada Sang Buddha. Sang Buddha datang dan mengajarkan Ananda untuk membaca paritta ini selama tujuh malam di sekeliling kota Vesali sambil memercikkan air yang ada dalam patta (mangkok) Sang Buddha. Hantu-hantu meninggalkan tempat itu, penyakit-penyakit menjadi sembuh dan masalah pun terselesaikan.

Paritta ini ada dalam Sutta Nipata dan digunakan untuk menghalau hantu jahat atau penyakit.

14. Saccakiriyagàthà
Ini adalah Pernyataan Perkataan Benar (mengenai perlindungan Buddha, Dhamma dan Saïgha) untuk mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan.

15. Tiratanànusaranapàñha
Mengingatkan kita pada Buddha, Dhamma dan Saïgha untuk menghapuskan segala jenis ketakutan, gemetar atau bulu roma berdiri.

16. Vaññaka Paritta
Dalam kisah Jataka terdapat cerita mengenai seekor anak burung. Pada suatu ketika terjadi suatu kebakaran besar di dalam hutan. Untuk melindungi diri dari api yang mendekatinya, anak burung itu ingat kepada Sang Buddha dan membuat pernyataan kebenaran. Api tidak dapat mencapai anak burung itu. Paritta yang berisi pernyataan kebenaran ini dibacakan untuk perlindungan dari bahaya api.

Monday, August 3, 2009

PUJA GATHA












PæJâ GâTHâ
(Syair Persembahan)
1. VESâKHA-PæJâ GâTHâ

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammà Sambuddhassa
(tiga kali)

Yamamha kho mayaÿ Bhagavataÿ saraõaÿ gatà, yo no Bhagavà satthà, Yassa ca mayaÿ Bhagavato Dhammaÿ rocema, Ahosi kho so Bhagavà, majjhimesu janapadesu ariyakesu manussesu uppanno, Khattiyo jàtiyà Gotamo gottena, Sakyaputto Sakyakulà pabbajito, Sadevake loke samàrake sabrahmake, Sassamaõabràhmaõiyà pajàya sadevamanussàya, Anuttaraÿ Sammàsambodhiÿ abhisambuddho, Nissaÿsayaÿ kho so Bhagavà, Arahaÿ Sammà-sambuddho, Vijjàcaraõasampanno Sugato Lokavidå, Anuttaro purisadammasàrathi, Satthà devamanussà-naÿ, Buddho Bhagavà, Svàkkhàto kho pana tena Bhagava Dhammo, Sandiññhiko Akàliko Ehipassiko Opanayiko, Paccataÿ veditabbo vi¤¤åhi, Supañipanno kho panassa Bhagavato Sàvakasaïgho, Ujupañipanno Bhagavato Sàvakasaïgho, ¤àyapañipanno Bhagavato Sàvakasaïgho, Sàmãcipañipanno Bhagavato Sàvaka-saïgho, Yadidaÿ cattàri purisayugàni aññha purisapuggalà, Esa Bhagavato Sàvakasaïgho, âhuneyyo Pàhuneyyo Dakkhiõeyyo A¤jalãkaraõiyo, Anuttaraÿ pu¤¤akkhettaÿ lokassa.

Ayaÿ kho pana patima taÿ Bhagavantaÿ udissa katà patiññhàpità, Yàvadeva dassanena, Taÿ Bhagavantaÿ anussaritvà pasàdasaÿvegapatilàbhàya, Mayaÿ kho etarahi, Imaÿ visàkkhapuõõamãkàlaÿ, Tassa Bhagavato jàtisambodhinibbànakàlasammataÿ patvà, Imaÿ ñhànaÿ sampattà, Ime daõdadãpadhåpàdi sakkàre gahetvà, Attano kàyaÿ sakkàråpadhànaÿ karitvà, Tassa Bhagavato yathabhucce guõe anusarantà, Imaÿ patimagharaÿ tikkhattuÿ padakkhiõam karissàma, Yathàgahitehi sakkàrehi-påjaÿ kurumana, Sàdhu no Bhante Bhagavà, Suciraparinibbutopi, ¤àtabbehi guõehi atãtàram-maõatàya pa¤¤àyamano ime imhehi gahite sakkàre, pañiggaõhàtu, amhàkaÿ dãgharattaÿ hitàya sukhàya.

SYAIR PERSEMBAHAN PADA HARI WAISAK

Terpujilah Sang Bhagavà, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna. (tiga kali)

Kami berlindung kepada Sang Bhagavà, Sang Bhagavà Guru Junjungan kami; Dalam Dhamma Sang Bhagavà kami berbahagia; Sang Bhagavà telah lahir, di tengah-tengah umat manusia; Di Suku Sakya di Negara Madya, di keluarga kesatria Gotama; Beliau putra Raja Sakya; Meninggalkan keduniawian, mencapai Penerangan Sempurna di antara para Dewa, Mara dan Brahma; Di antara para Samana, Brahmana, Manusia dan Dewa; Penerangan Sempurna yang tidak diragukan lagi; Demikianlah Sang Bhagavà; Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna; Sempurna pengetahuan serta tindak-tandukNya, Sempurna Menempuh Jalan (ke Nibbàna), Pengenal segenap alam; Pembimbing manusia yang tiada taranya; Guru para Dewa dan Manusia, Yang Sadar, Yang Patut Dimuliakan; Dhamma Sang Bhagavà telah sempurna dibabarkan; Berada sangat dekat, tidak lapuk oleh waktu, mengudang untuk dibuktikan; Menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana, dalam batin masing-masing. Saïgha siswa Sang Bhagavà telah bertindak baik; Saïgha siswa Sang Bhagavà telah bertindak lurus; Saïgha siswa Sang Bhagavà telah bertindak benar; Saïgha siswa Sang Bhagavà telah bertindak pantas; Mereka merupakan empat pasang makhluk, terdiri dari delapan jenis makhluk suci; Itulah Saïgha siswa Sang Bhagavà; Patut menerima pemberian, tempat bernaung, persembahan serta penghormatan; Lapangan untuk menanam jasa, yang tiada taranya di alam semesta;

Buddharupa ini, telah dibangun oleh umat Buddha untuk mengingat keluhuran Sang Buddha; Timbullah keyakinan, timbullah perenungan; Saat ini, kami semua berkumpul di sini, pada saat purnama di bulan Waisak; Saat kelahiran, saat Penerangan Sempurna, dan saat Parinibbàna Sang Buddha; Dengan amisa-puja ini: lilin, dupa dan bunga; Ku persembahkan puja dengan sepenuh hati, mengingat keluhuran Sang Buddha; Kepada Sang Buddha, yang walaupun telah lama Parinibbàna; Semoga kebajikan Beliau yang abadi, menerima puja kami ini; Demi kebahagiaan, demi manfaat dan demi kesejahteraan kami semua, untuk selama-lamanya.

2. ASâìHA-PæJâ GâTHâ

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammà Sambuddhassa
(tiga kali)

Yamamha kho mayaÿ Bhagavataÿ saraõaÿ gatà, yo no Bhagavà satthà, Yassa ca mayaÿ Bhagavato Dhammaÿ rocema, Ahosi kho so Bhagavà Arahaÿ Sammàsambuddho, Sattesu kàru¤¤aÿ pañicca karuõàyako hitesã anukampaÿ upàdàya, âsàëhapuõõamiyaÿ bàràõasiyaÿ Isipatane Migadàye, Pa¤cavaggiyànaÿ bhikkhånaÿ anuttaraÿ dhamma-cakkaÿ pañhamaÿ pavattetvà cattàri ariyasaccàni pakàsesi. Tasmi¤ca kho samaye pa¤cavaggiyànaÿ bhikkhunaÿ pamukho àyasmà a¤¤àkoõóa¤¤o Bhaga-vato Dhammaÿ sutvà, Virajaÿ vãtamalaÿ Dhamma-cakkhuÿ pañilabhitvà, Yaïki¤ci samudayadhammaÿ sabbantaÿ nirodhadhammanti, Bhagavantaÿ upasam-padaÿ yàcitvà, Bhagavatoyeva santikà ehibhikkhu-upasampadaÿ pañilabhitvà, Bhagavato Dhammavinaye ariyasàvakasaïgho loke pañhamaÿ uppanno ahosi. Tasmi¤capi kho samaye saïgharatanaÿ loke pañhamaÿ uppannaÿ ahosi, Buddharatanaÿ Dhammaratanaÿ Saïgharatananti Tiratanaÿ sampuõõaÿ ahosi. Mayaÿ kho etarahi imaÿ âsàëhapuõõamãkàlaÿ tassa Bhagavato, Dhammma-cakkappavattana kàlasammataÿ ariyasàvakasaïgha, Uppattikàlasammata¤ca Ratanattayasampuraõakàla-sammata¤ca patvà, Imaÿ thànaÿ sampattà, ime sakkàre gahetvà attano kàyaÿ sakkàråpadhànaÿ karitvà, Tassa Bhagavato yathàbhucce guõe anussarantà, Imaÿ Buddhapañimaÿ tikkhattuÿ padakkhiõaÿ karissàma, Yathàgahitehi sakkàrehi påjaÿ kurumànà, Sàdhu no Bhante Bhagavà, Suciraparinibbutopi ¤àtabbehi guõehi atãtà-rammanataya pa¤¤àyamàno, Ime imhehi gahite sakkàre pañiggaõhàtu amhàkaÿ dãgharattaÿ hitàya sukhàya.

SYAIR PRESEMBAHAN PADA HARI ASADHA

Terpujilah Sang Bhagavà, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna. (tiga kali)
Kami semua menghormati Sang Buddha sebagai Guru Junjungan kita. Kita berbahagia dalam Dhamma Sang Buddha. Sang Buddha mencapai Penerangan Sempurna dengan usahaNya sendiri. Dengan belas kasihan Beliau kepada semua makhluk, dan demi manfaat bagi dunia ini, Sang Buddha mengajarkan Dhammacakkapavatana Sutta, menguraikan Empat Kesunyataan Mulia, dalam bulan Asaëha-purnami. Pada waktu itu, pertapa A¤¤a Konda¤¤a sebagai pemimpin lima pertapa, telah mendengarkan wejangan Dhamma, mengerti dan mengetahui bahwa segala sesuatu yang muncul akan berkembang dan lenyap, segera memohon diterima sebagai bhikkhu. Beliau adalah bhikkhu pertama di dunia ini. Demikian pula pertapa yang lain, masing-masing mohon diterima sebagai murid Sang Buddha. Pada waktu itulah, Saïgharatana muncul di dunia ini dan sekaligus pula Sang Tiratana, yaitu Buddharatana, Dhammaratana, Saïgharatana. Pada hari ini, hari Asaëhapurnami, Sang Buddha telah membabarkan Dhammacakkapavatana Sutta. Pada saat itu terbentuklah Ariya Saïgha dan lengkaplah Sang Tiratana. Pada hari ini kita menghormati dengan pikiran, ucapan, perbuatan serta pula dengan dupa, lilin dan bunga. Walaupun Sang Buddha telah lama Parinibbàna, semoga persembahan kita ini bermanfaat dan membawa kebahagiaan bagi kami untuk selama-lamanya.

3. KATHINA-PæJâ GâTHâ

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammà Sambuddhassa
(tiga kali)

Imaÿ Bhante sapparivàraÿ cãvaradussaÿ2 Saïghassa onojayàma sàdhu no Bhante, Saïgho imaÿ sappa-rivàraÿ cãvaradussaÿ2 pañiggaïhàtu pañiggahetvà ca imãna dussena cãvaraÿ attharatu, Amhàkaÿ dãgharattaÿ hitàya sukkhàya.

2 Cãvaradussaÿ diganti menjadi Kathinaÿ apabila Upacara Kathina tersebut dihadiri oleh lima orang Bhikkhu yang melakukan vassa di vihàra setempat. Pada umumnya yang kita laksanakan adalah cãvara-dana (dana kain jubah) pada bulan Kathina ataupun Kathina dana.

Gàthà ini beserta terjemahannya diucapkan kalimat demi kalimat oleh pemimpin kebaktian (bukan Bhikkhu) dan selanjutnya umat mengikuti sambil masing-masing membawa persembahannya dan dalam sikap añjali serta bertumpu lutut. Persembahan ini dilaksanakan pada akhir acara dan ditutup dengan Ettavata.

SYAIR PERSEMBAHAN PADA HARI KATHINA

Terpujilah Sang Bhagavà, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna. (tiga kali)

Bhante, kami mempersembahkan kain jubah dan segala perlengkapannya kepada Bhikkhu Saïgha. Semoga Bhikkhu Saïgha sudi menerima semua persembahan kami. Semoga persembahan ini dapat digunakan sebaik-baiknya, sehingga bermanfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi kami untuk selama-lamanya.

4. MâGHA-PæJâ GâTHâ

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammà Sambuddhassa
(tiga kali)
Ajjayaÿ màghapuõõamã sampattà, Màghanakkhattena puõõacando yutto, Yatthà Tathàgato Arahaÿ Sammà Sambuddho, Càturaïgike sàvakasannipàte Ovàda-pàñimokkhaÿ uddisi, Tadà hi aóóhaterasàni Bhikkhusatàni sabbesaÿyeva khãõàsavànaÿ, sabbete ehibhikkhukà, Sabbepi te anàmantitàva Bhagavato santikaÿ àgatà, Veëuvane Kalandakanivàpe Màgha-puõõamãyaÿ vaóóhamànakacchàyàya, Tasmi¤ca sannipàte Bhagavà visuddhuposathaÿ akàsi, Ovàda-pàñimokkhaÿ uddisi, Ayaÿ amhàkaÿ Bhagavato ekoyeva sàvakasannipàto ahosi càturaïgiko, Aóóha-terasàni Bhikkhusatàni sabbesaÿyeva khãõàsavànaÿ, Mayandàni imaÿ Màghapuõõamãnakkhattasamayaÿ takkàlasadisaÿ sampattà, Suciraparinibbutampi taÿ Bhagavantaÿ samanussaramànà, imasmiÿ tassa Bhagavato sakkhibåte cetiye, imehi daõóadãpa-dhåpapaphàdisakkàrehi taÿ Bhagavantaÿ tàni ca aóóhaterasàni Bhikkhusatàni abhipåjayàma, Sàdhu no Bhante Bhagavà, Sasàvakasaïgho suciraparinibbutopi guõehi dharamàno, Ime sakkàre pañiggaõhàtu, Amhàkaÿ dãgharattaÿ hitàya sukhàya.

SYAIR PERSEMBAHAN PADA BULAN MâGHA

Terpujilah Sang Bhagavà, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna. (tiga kali)

Pada hari Purnama-sidhi di bulan Magha, Yang Maha Suci Sammà Sambuddha Gotama menguraikan Ovàdapàñi-mokkha yang mempunyai empat ciri dalam pertemuan Agung nan Suci.
1. Pada kesempatan itu hadirlah 1250 bhikkhu.
2. Mereka semua telah mencapai tingkat Arahat.
3. Mereka ditahbiskan sendiri oleh Sang Buddha dengan cara Ehi Bhikkhu Upasampada.
4. Mereka hadir tanpa diundang dan tanpa kesepakatan.

Pertemuan Agung nan Suci ini berlangsung di Taman Tupai di hutan bambu Veluvana-arama. Di tengah-tengah pertemuan tersebut, Sammà Sambuddha Gotama mengadakan uposatha dan membabarkan Ovàdapàñi-mokkha.

Pada saat Purnama-sidhi di bulan Màgha ini, walaupun Sang Buddha telah lama mencapai Parinibbàna, kini kami memuja dengan dupa, lilin dan bunga di hadapan altar, untuk menghormat Sang Buddha serta para Arahat. Semoga puja yang kita laksanakan ini membawa manfaat demi kebahagiaan dan kesejahteraan kita semua untuk selama-lamanya.

PARITTA KHUSUS











PARITTA KHUSUS

1. DHAMMACAKKAPPAVATTANASUTTAÑ

Anuttaraÿ abhisambodhiÿ sambujjhitvà tathàgato
Pathamaÿ yaÿ adesesi dhammacakkaÿ anuttaraÿ
Sammadeva pavattento loke appañivattiyaÿ
Yatthàkkhàtà ubho antà pañipatti ca majjhimà
Catåsvàriyasaccesu visuddhaÿ ¤aõadassanaÿ
Desitaÿ dhammaràjena sammàsambodhikittanaÿ
Nàmena vissutaÿ suttaÿ dhammacakkappavattanaÿ
Veyyàkaraõapàñhena saïgãtantam bhaõàme se

1. Evam me sutaÿ. Ekaÿ samayaÿ Bhagavà, Bàràõasiyaÿ viharati, Isipatane Migadàye. Tatra kho bhagavà pa¤cavaggiye bhikkhu àmantesi:

2. Dve me bhikkhave antà pabbajitena na sevitabbà. Yo càyaÿ kàmesu kàmasukhallikànuyogo, hãno gammo pothujjaniko anariyo anatthasa¤hito, yo càyaÿ attakilamathànuyogo, dukkho anariyo anatthasa¤hito. Ete te bhikkhave ubho ante anupagamma, majjhimà pañipadà Tathàgatena abhisambuddhà, cakkhukaraõi ¤àõakaraõã, upasamàya abhi¤¤aya sambodhàya nibbànàya saÿvattati.

3. Katamà ca sà bhikkhave majjhimà pañipadà Tathàgatena abhisambuddhà, cakkhukaraõã ¤àõakaraõã, upasamàya abhi¤¤aya sambodhàya nibbànàya saÿvattati, Ayameva ariyo aññaõgiko maggo. Seyyathãdaÿ: sammàdiññhi sammàsaõ-kappo, sammàvàcà sammàkammanto sammàjivo, sammàvàyàmo sammàsati sammàsamàdhi; ayaÿ kho sà bhikkhave majjhimà pañipadà Tathàgatena abhisambuddhà, cakkhukaraõã ¤àõakaraõã, upasamàya abhi¤¤àya sambodhàya nibbànàya saÿvattati.

4. Idaÿ kho pana bhikkhave dukkhaÿ ariyasaccaÿ. Jàtipi dukkhà, jaràpi dukkhà maraõampi dukkhaÿ, sokaparidevadukkhadomanassupàyà-sàpi dukkhà, appiyehi sampayogo dukkho, piyehi vippayogo dukkho, yampicchaÿ na labhati tampi dukkhaÿ, saïkhittena pa¤cupàdànakkhandhà dukkhà,

Idaÿ kho pana bhikkhave dukkhasamudayo ariyasaccaÿ. Yàyaÿ taõhà ponobbhavikà nandhi-ràgasahagatà tatra tatràbhinandinã, Seyyathãdaÿ: kàmataõhà bhavataõhà vibhavataõhà.

Idaÿ kho pana bhikkhave dukkhanirodho ariyasaccaÿ. Yo tassà yeva taõhàya asesavi-ràganirodho càgo pañinissaggo mutti anàlayo,

Idaÿ kho pana bhikkhave dukkhanirodhagàminã pañipadà ariyasaccaÿ, ayameva ariyo aññhaïgiko maggo, Seyyathãdaÿ: sammàdiññhi sammà-saïkappo, sammàvàcà sammàkammanto sammà àjivo, sammàvàyàmo sammàsati sammàsamàdhi.

5. Idaÿ dukkhaÿ ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

Taÿ kho panidaÿ dukkhaÿ ariyasaccaÿ pari¤¤eyyanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

Taÿ kho panidaÿ dukkhaÿ ariyasaccaÿ pari¤¤àtanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

6. Idaÿ dukkhasamudayo ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

Taÿ kho panidaÿ dukkhasamudayo ariyasaccaÿ pahàtabbanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

Taÿ kho panidaÿ dukkhasamudayo ariyasaccaÿ pahãnanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

7. Idaÿ dukkhanirodho ariyasaccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

Taÿ kho panidaÿ dukkhanirodho ariyasaccaÿ sacchikàtabbanti me bhikkhave, pubbe ananus-sutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.
Taÿ kho panidaÿ dukkhanirodho ariyasaccaÿ sacchikatanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

8. Idaÿ dukkhanirodhagàminã pañipadà ariya-saccanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

Taÿ kho panidaÿ dukkhanirodhagàminã pañipadà ariyasaccaÿ bhàvetabbanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

Taÿ kho panidaÿ dukkhanirodhagàminã pañipadà ariyasaccaÿ bhàvitanti me bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu, cakkhuÿ udapàdi ¤àõaÿ udapàdi pa¤¤à udapàdi vijjà udapàdi àloko udapàdi.

9. Yàvakãva¤ca me bhikkhave imesu catusu ariyasaccesu evantiparivaññaÿ dvadasàkàraÿ yathàbhåtaÿ ¤aõadassanaÿ na suvisuddhaÿ ahosi, neva tàvàhaÿ bhikkhave sadevake loke samàrake sabrahmake, sassamaõabrahmaõiyà pajàya sadevamanussàya anuttaraÿ sammà-sambodhiÿ abhisambuddho pacca¤¤asiÿ,

Yato ca kho me bhikkhave imesu catåsu ariyasaccesu evantiparivaññaÿ dvàdasàkàraÿ yathàbhåtaÿ ¤aõadassanaÿ suvisuddhaÿ ahosi. Athàhaÿ bhikkhave sadevake loke samàrake sabrahmake sassamaõabràhmaõiyà pajàya sadeva-manussàya anuttaraÿ sammàsambodhiÿ abhisambuddho pacca¤¤asiÿ. ¤aõa¤ca pana me dassanaÿ udapàdi, akuppà me vimutti, ayamantimà jàti, natthidàni punabbhavoti. Idamavoca bhagavà. Attamanà pa¤cavaggiyà bhikkhå bhagavato bhàsitaÿ abhinanduÿ. Imasmi¤ca pana veyyàkaraõasmiÿ bha¤¤amàne, àyasmato Koõóa¤¤assa virajaÿ vãtamalaÿ dhammacakkhuÿ udapàdi yaïki¤ci samudaya-dhammaÿ, sabbantaÿ nirodhadhammanti.

10. Pavattite ca Bhagavatà Dhammacakke, Bhummà devà saddamanussàvesuÿ etambhagavatà Bàrà-õasiyaÿ Isipatane Migadàye anuttaraÿ dhamma-cakkaÿ pavattitaÿ appañivattiyaÿ samaõena và brahmanena và devena và marena và brahmunà và kenaci và lokasminti.

Bhummànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Càtummahàràjikà devà saddamanussàvesuÿ. Càtummahàràjikànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Tàvatiÿsà devà saddamanussàvesuÿ. Tàvatiÿsà-naÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Yàmà devà sadda-manussàvesuÿ. Yàmànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Tusità devà saddamanussàvesuÿ. Tusitànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Nimmànaratã devà saddamanussàvesuÿ. Nimmànaratãnaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Paranimitavasavattã devà saddamanussàvesuÿ. Paranimitavasavattãnaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Brahmapàrisajjà devà saddamanussàvesuÿ. Brahmapàrisajjànaÿ devà-naÿ saddaÿ sutvà, Brahmapurohità devà sadda-manussàvesuÿ. Brahmapurohitànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Mahàbrahmà devà sadda-manussàvesuÿ.
Mahàbrahmànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Parittàbhà devà saddamanussàvesuÿ. Parittà-bhànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Appamàõàbhà devà saddamanussàvesuÿ. Appamàõàbhànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, âbhassarà devà sadda-manussàvesuÿ. âbhassarànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Parittasubhà devà saddamanussàvesuÿ. Parittasubhànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Appa-màõasubhà devà saddamanussàvesuÿ. Appa-màõasubhànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Subhakiõhakà devà saddamanussàvesuÿ. Subha-kiõhakànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Vehapphalà devà saddamanussàvesuÿ. Vehapphalànaÿ devà-naÿ saddaÿ sutvà, Avihà devà sadda-manussàvesuÿ. Avihànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Atappà devà saddamanussàvesuÿ. Atappànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Sudassà devà saddamanussàvesuÿ. Sudassànaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Sudassã devà saddamanussàvesuÿ. Sudassãnaÿ devànaÿ saddaÿ sutvà, Akaniññhakà devà saddamanussàvesuÿ. Etambhagavatà Bàràõasiya­ÿ Isipatane Migadàye anuttaraÿ dhammacakkaÿ pavattitaÿ appañivattiyaÿ Samaõena và Bràhmaõena và devena và Màrena và Brahmunà và kenaci và lokasminti.

Itiha tena khanena tena muhuttena yàva Brahmalokà saddo abbhuggacchi. Aya¤ca dasasahassã lokadhàtu saïkampi sampakampi sampavedhi. Appamàno ca oëàro obhàso loke pàturahosi atikkammeva devànaÿ devànu-bhàvaÿ.
Athakho bhagavà udànaÿ udànesi. A¤¤asi vata bho Konda¤¤o, A¤¤àsi vata bho Koõóa¤¤oti. Itihidaÿ âyasmato Koõóa¤¤asa A¤¤a-koõóa¤¤otve’va nàmaÿ ahosãti.

Dhammacakkappavattanasuttaÿ Niññhitaÿ
(Saÿyutta Nikaya LVI, 11)

KHOTBAH PEMUTARAN RODA DHAMMA

1. Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavà bersemayam di dekat kota Benares, di Isipatana, di Taman Rusa. Di sana Sang Bhagavà bersabda kepada rombongan lima orang bhikkhu (Assaji, Vappa, Bhaddiya, Konda¤¤a, Mahanama), demikian:

2. “Dua hal yang berlebihan (ekstrim) ini, O para bhikkhu, tidak patut dijalankan oleh mereka yang telah meninggalkan rumah untuk menempuh kehidupan tak berkeluarga; (1) menuruti kesenangan hawa nafsu yang rendah, yang tidak berharga dan tidak berfaedah, biadab, duniawi; atau (2) melakukan penyiksaan diri, yang menyakitkan, tidak berharga dan tidak berfaedah. Setelah menghindari kedua hal yang berlebih-lebihan ini, O para bhikkhu, JALAN TENGAH yang telah sempurna diselami oleh Tathagata yang membukakan Mata Batin, yang menimbulkan Pengeta-huan, yang membawa Ketenangan, Kemampuan Batin luar biasa, Kesadaran Agung, Pencapaian Nibbàna
3. Apakah, O para bhikkhu, JALAN TENGAH yang telah sempurna diselami oleh Tathagata, yang membukakan Mata Batin, yang menimbulkan Pengeta-huan, yang membawa Ketenangan, Kemampuan Batin luar biasa, Kesadaran Agung, Pencapaian Nibbàna itu? Tiada lain Jalan Ariya Berunsur Delapan, yaitu: Pengertian Benar, Pikiran Benar; Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar: Usaha Benar, Kesadaran Benar, Samadhi Benar. Itulah sesungguhnya Jalan Tengah, O, para bhikkhu, yang telah sempurna diselami oleh Tathagata, yang membukakan Mata Batin, yang menimbulkan Pengetahuan, yang membawa Ketentraman, Kemampuan Batin luar biasa, Kesadaran Agung, dan Pencapaian Nibbàna.

4. Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran mulia tentang Dukkha, yaitu: kelahir-an adalah dukkha, usia tua adalah dukkha, penyakit adalah dukkha, kematian adalah dukkha, sedih, ratap tangis, derita (badan), dukacita, putus asa adalah dukkha; berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah dukkha, berpisah dari yang dicintai adalah dukkha, tidak memperoleh apa yang diingini adalah dukkha. Singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan merupakan dukkha.

Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran mulia tentang Asal Mula Dukkha, yaitu: nafsu keinginan (tanha) yang menimbulkan tumimbal lahir, disertai dengan hawa nafsu untuk menemukan kesenangan di sana sini, yaitu kama tanha: nafsu keinginan akan kesenangan indria, bhava tanha: nafsu keinginan akan penjelmaan, vibhava tanha: nafsu keinginan akan pemusnahan diri sendiri.
Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Mulia tentang Akhir Dukkha, yaitu: Terhentinya semua hawa nafsu tanpa sisa, melepaskannya, bebas, terpisah sama sekali dari ketagihan tersebut.

Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Mulia tentang Jalan yang Menuju Akhir Dukkha, tiada lain adalah Jalan Suci Berunsur Delapan, yaitu: Pengertian Benar, Pikiran Benar; Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar; Usaha Benar, Kesadaran Benar, Samadhi Benar.

5. Inilah Kebenaran Mulia tentang Dukkha.
Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, Pengetahuan, Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Kebenaran Mulia tentang Dukkha ini harus dipahami. Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Kebenaran Mulia tentang Dukkha ini telah Kupahami. Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
6. Inilah Kebenaran Mulia tentang Asal Mula Dukkha.
Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu (dhamma) yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kebenaran Mulia tentang Asal Mula Dukkha yang harus dilenyapkan. Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kebenaran Mulia tentang Asal Mula Dukkha yang telah dilenyapkan. Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu (dhamma) yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

7. Inilah Kebenaran Mulia tentang Akhir Dukkha.
Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu (dhamma) yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kebenaran Mulia tentang Akhir Dukkha yang harus dicapai. Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kebenaran Mulia tentang Akhir Dukkha yang telah dicapai. Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

8. Inilah Kebenaran Mulia tentang Jalan Menuju Akhir Dukkha.
Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu (dhamma) yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kebenaran Mulia tentang Jalan yang Menuju Akhir Dukkha yang harus dikembangkan (bhavetabbha). Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu (dhamma) yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.

Inilah Kebenaran Mulia tentang Jalan Menuju Akhir Dukkha yang telah dikembangkan. Demikianlah, O para bhikkhu, mengenai segala sesuatu (dhamma) yang belum pernah Kudengar menjadi terang dan jelas. Timbullah Pandangan, timbullah Pengetahuan, timbullah Kebijaksanaan, timbullah Penembusan, timbullah Cahaya.
9. Demikianlah, selama Pengetahuan dan Pengertian-Ku tentang Empat Kesunyataan Mulia sebagaimana adanya masing-masing dalam 3 tahap dan 12 segi pandangan ini belum sempurna betul; maka, O, para bhikkhu, Aku tidak menyatakan kepada dunia bersama para Dewa dan Mara-nya, kepada semua makhluk, termasuk dewa-dewa dan manusia, bahwa Aku telah mencapai Kebijaksanaan Agung (Anuttara Sammasambodhi).

Ketika Pengetahuan dan Pengertian-Ku tentang Empat Kesunyataan Mulia sebagaimana adanya, masing-masing dalam 3 tahap dan 12 segi pandangan telah sempurna; hanya pada saat itu para bhikkhu, Aku menyatakan kepada dunia bersama para Dewa dan Mara-nya, kepada semua makhluk, termasuk dewa-dewa dan manusia, bahwa Aku telah mencapai Kebijaksanaan Agung. Timbullah dalam diri-Ku Pengetahuan dan Pengertian: “Tak tergoncangkan Kebebasan Batin-Ku. Inilah kelahiran-Ku yang terakhir. Tidak ada lagi tumimbal lahir bagi-Ku.”

Demikianlah sabda Sang Bhagavà; dan kelima bhikkhu itu merasa puas serta mengerti kata-kata Sang Bhagavà. Tatkala khotbah ini sedang disampaikan, timbullah pada Yang Ariya Konda¤¤a Mata-Dhamma (Dhamma-cakkhu) yang bersih tanpa noda: “Segala sesuatu itu muncul karena ada sebabnya. Segala sesuatu akan lenyap karena sebabnya habis.” (Yankinci samudayadhammam, sabbantam nirodha dhamma).

10. Tatkala Roda Dhamma (Dhammacakka) telah diputar oleh Sang Bhagavà, dewa-dewa bumi berseru serempak: “Di dekat Benares, di Isipatana, di Migadaya, telah diputar Roda Dhamma yang tiada bandingannya oleh Sang Bhagavà, yang tak dapat dihentikan, baik oleh seorang Samana, Brahmana, Dewa, Mara, Brahma, atau siapapun di dunia!”

Mendengar kata-kata dewa-dewa bumi, dewa-dewa Catummaharajika berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Catummaharajika, dewa-dewa Tavatimsa berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Tavatimsa, dewa-dewa Yama berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Yama, dewa-dewa Tusita berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Tusita, dewa-dewa Nimmanarati berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Nimmanarati, dewa-dewa Parinimmitava-savatti berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Parinimmitavasavatti, dewa-dewa Brahmapàrisajjà berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Brahmapàrisajjà, dewa-dewa Brahmapurohità berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Brahmapurohità, dewa-dewa Mahàbrahma berseru serempak.

Mendengar kata-kata dewa-dewa Mahàbrahma, dewa-dewa Parittàbha berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Parittàbha, dewa-dewa Appamànàbhà berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Appamànàbhà, dewa-dewa Àbhassarà berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Àbhassarà, dewa-dewa parittasubhà berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa parittasubhà, dewa-dewa Appamàõasubhà berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Appamàõasubhà, dewa-dewa Subhakinhakà berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Subhakinhakà, dewa-dewa Vehapphalà berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Vehapphalà, dewa-dewa Avihà berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Avihà, dewa-dewa Atappà berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Atappà, dewa-dewa Sudassà berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Sudassà, dewa-dewa Suddassi berseru serempak. Mendengar kata-kata dewa-dewa Suddassi, dewa-dewa Akaniññhakà berseru serempak: “Di dekat Benares, di Isipatana, di Migadaya, telah diputar Roda Dhamma yang tiada bandingannya oleh Sang Bhagavà, yang tak dapat dihentikan, baik oleh seorang Samana, Brahmana, Dewa, Mara, Brahma, atau siapapun di dunia!”

Demikianlah pada saat itu juga, seketika itu juga, dalam waktu yang sangat singkat suara itu menembus Alam Brahma. Alam semesta ini dengan laksaan alamnya tergugah dan bergoyang disertai bunyi gemuruh, dan cahaya yang gilang-gemilang yang tak terukur, melebihi cahaya Dewa, terlihat di dunia.

Pada saat itu Sang Bhagavà bersabdà: “Konda¤¤a telah mengerti, Konda¤¤a telah mengerti.” Demikianlah mulanya bagaimana Yang Ariya Konda¤¤a memperoleh nama julukan A¤¤a Konda¤¤a, “Konda¤¤a yang (pertama) mengerti.”

Khotbah Pemutaran Roda Dhamma selesai
(Saÿyutta Nikàya LVI, 11)

2. ANATTALAKKHANASUTTAÑ

Yantaÿ sattehi dukkhena ¤eyyaÿ anattalakkhanaÿ
Attavàdàttasa¤¤àõaÿ sammadeva vimocanaÿ
Sambuddho taÿ pakàsesi diññhasaccàna yoginaÿ
Uttariÿ pañivedhàya bhàvetuÿ ¤aõamuttamaÿ
Yantesaÿ diññhadhammànaÿ ¤àõenupaparikkhataÿ
Sabbàsavehi cittàni vimucciÿsu asesato
Tathà ¤àõànusàrena sàsanaÿ kàtumicchataÿ
Sàdhånaÿ atthasiddhatthaÿ taÿ suttantaÿ
bhaõàma se

1. Evam me sutaÿ, Ekaÿ samayaÿ Bhagavà, Bàràõasiyaÿ viharati, Isipatane Migadàye, Tatra kho Bhagavà pa¤cavaggiye bhikkhå àmantesi:
Råpaÿ bhikkhave anattà, rupa¤cahidaÿ bhikkhave attà abhavissa, nayidaÿ råpaÿ àbàdhàya saÿvatteyya, labbhetha ca råpe, evaÿ me råpaÿ hotu, evaÿ me råpaÿ mà ahosãti, Yasmà ca kho bhikkhave råpaÿ anattà, tasmà råpaÿ àbàdhàya saÿvattati, na ca labbhati råpe, evaÿ me råpaÿ hotu, evaÿ me råpaÿ mà ahosãti.

2. Vedanà anattà, vedanà ca hidaÿ bhikkhave attà abhavissa, nayidaÿ vedanà àbàdhàya saÿ-vatteyya, labbhetha ca vedanàya, evaÿ me vedanà hotu evaÿ me vedanà mà ahosãti. Yasmà ca kho bhikkhave vedanà anattà, tasmà vedanà àbàdhàya saÿvattati, na ca labbhati vedanàya, evaÿ me vedanà hotu evaÿ me vedanà mà ahosãti.

3. Sa¤¤à anattà, sa¤¤à ca hidaÿ bhikkhave attà abhavissa, nayidaÿ sa¤¤à àbàdhàya saÿvatteyya, labbhetha ca sa¤¤àya, evaÿ me sa¤¤à hotu evaÿ me sa¤¤à mà ahosãti. Yasmà ca kho bhikkhave sa¤¤à anattà, tasmà sa¤¤à àbàdhàya saÿvattati, na ca labbhati sa¤¤àya, evaÿ me sa¤¤à hotu evaÿ me sa¤¤à mà ahosãti.

4. Saïkhàrà anattà, saïkhàrà ca hidaÿ bhikkhave attà abhavissaÿsu, nayidaÿ saïkhàrà àbàdhàya saÿvatteyyuÿ, labbhetha ca saïkhàresu, evaÿ me saïkhàrà hontu evaÿ me saïkhàrà mà ahesunti. Yasmà ca kho bhikkhave saïkhàrà anattà, tasmà saïkhàrà àbàdhàya saÿvattanti, na ca labbhati saïkhàresu, evaÿ me saïkhàrà hontu evaÿ me saïkhàrà mà ahesunti.

5. Vi¤¤àõaÿ anattà, vi¤¤àõa¤ca hidaÿ bhikkhave attà abhavissa, nayidaÿ vi¤¤àõaÿ àbàdhàya saÿvatteyya, labbhetha ca vi¤¤àõe, evaÿ me vi¤¤àõaÿ hotu evaÿ me vi¤¤ànaÿ mà ahosãti. Yasmà ca kho bhikkhave vi¤¤àõaÿ anattà, tasmà vi¤¤àõaÿ àbàdhàya saÿvattati, na ca labbhati vi¤¤àõe, evaÿ me vi¤¤ànaÿ hotu evaÿ me vi¤¤ànaÿ mà ahosãti.

6. Taÿ kiÿ ma¤¤atha bhikkhave råpaÿ niccaÿ và aniccaÿ vàti? Aniccaÿ bhante. Yampanàniccaÿ dukkhaÿ và taÿ sukhaÿ vàti. Dukkhaÿ bhante. Yampanàniccaÿ dukkhaÿ viparinàmadhammaÿ, kallaÿ nu taÿ samanupassituÿ, etaÿ mama esohamasmi eso me attàti. No hetaÿ bhante.

7. Taÿ kiÿ ma¤¤atha bhikkhave vedanà niccà và aniccà vàti? Aniccà bhante. Yampanàniccaÿ dukkhaÿ và taÿ sukhaÿ vàti. Dukkhaÿ bhante. Yampanàniccaÿ dukkhaÿ viparinàmadhammaÿ, kallaÿ nu taÿ samanupassituÿ, etaÿ mama esohamasmi eso me attàti. No hetaÿ bhante.

8. Taÿ kiÿ ma¤¤atha bhikkhave sa¤¤à niccà và aniccà vàti? Aniccà bhante. Yampanàniccaÿ dukkhaÿ và taÿ sukhaÿ vàti. Dukkhaÿ bhante. Yampanàniccaÿ dukkhaÿ viparinàmadhammaÿ, kallaÿ nu taÿ samanupassituÿ, etaÿ mama esohamasmi eso me attàti. No hetaÿ bhante.

9. Taÿ kiÿ ma¤¤atha bhikkhave saïkhàrà niccà và aniccà vàti? Aniccà bhante. Yampanàniccaÿ dukkhaÿ và taÿ sukhaÿ vàti. Dukkhaÿ bhante. Yampanàniccaÿ dukkhaÿ viparinàmadhammaÿ, kallaÿ nu taÿ samanupassituÿ, etaÿ mama esohamasmi eso me attàti. No hetaÿ bhante.

10. Taÿ kiÿ ma¤¤atha bhikkhave vi¤¤ànaÿ niccaÿ và aniccaÿ vàti? Aniccaÿ bhante. Yampanàniccaÿ dukkhaÿ và taÿ sukhaÿ vàti. Dukkhaÿ bhante. Yampanàniccaÿ dukkhaÿ viparinàmadhammaÿ, kallaÿ nu taÿ samanupassituÿ, etaÿ mama esohamasmi eso me attàti. No hetaÿ bhante.

11. Tasmàtiha bhikkhave yaïki¤ci råpaÿ atãtànàgatapaccuppannaÿ, ajjhattaÿ và bahiddhà và, oëàrikaÿ và sukhumaÿ và, hãnaÿ và paõãtaÿ và, yandåre santike và, sabbaÿ råpaÿ, netaÿ mama neso-hamasmi na meso attàti, evametaÿ yathàbhåtaÿ sammappa¤¤àya daññhabbaÿ.
12. Yà kàci vedanà atãtànàgatapaccuppannà, ajjhattà và bahiddhà và, oëàrikà và sukhumà và, hãnà và paõãtà và, yà dåre santike và, sabbà vedanà, netaÿ mama nesohamasmi na meso attàti, evametaÿ yathàbhåtaÿ sammappa¤¤àya daññhabbaÿ.

13. Yà kàci sa¤¤à atãtànàgatapaccuppannà, ajjhattà và bahiddhà và, oëàrikà và sukhumà và, hãnà và paõità và, yà dåre santike và, sabbà sa¤¤à, netaÿ mama nesohamasmi na meso attàti, evametaÿ yathàbhåtaÿ sammappa¤¤àya daññhabbaÿ.

14. Yà kàci saïkhàrà atãtànàgatapaccuppannà, ajjhattà và bahiddhà và, oëàrikà và sukhumà và, hãnà và paõità và, yà dåre santike và, sabbà saïkhàrà, netaÿ mama nesohamasmi na meso attàti, evametaÿ yathàbhåtaÿ sammappa¤¤àya daññhabbaÿ.

15. Yaïki¤ci vi¤¤àõaÿ atãtànàgatapaccuppannaÿ, ajjhattaÿ và bahiddhà và, oëàrikaÿ và sukhumaÿ và, hãnaÿ và paõãtaÿ và, yandåre santike và, sabbaÿ vi¤¤àõaÿ, netaÿ mama nesohamasmi na meso attàti, evametaÿ yathàbhåtaÿ samma-ppa¤¤àya daññhabbaÿ.

16. Evaÿ passaÿ bhikkhave sutvà ariyasàvako, råpasmiÿpi nibbindati, vedanàyapi nibbindati, sa¤¤ayapi nibbindati, saïkhàresupi nibbindati, vi¤¤àõasmiÿpi nibbindati.
17. Nibbindaÿ virajjati, viràgà vimuccati, vimuttas-miÿ vimuttamiti. ¤àõaÿ hoti, khãõà jàti, vusitaÿ brahmacariyaÿ, kataÿ karaõiyaÿ, nàparaÿ itthattàyàti pajànàtãti.

18. Idamavoca Bhagavà. Attamanà pa¤cavaggiyà bhikkhå Bhagavato bhàsitaÿ abhinanduÿ.

19. Imasmi¤ca pana veyyàkaraõasmiÿ bha¤¤amàne, pa¤cavaggiyànaÿ bhikkhånaÿ anupàdàya, àsa-vehi cittàni vimucciÿsåti.

Anattalakkhaõasuttaÿ Diññhitaÿ
(Samyutta Nikàya XXII, 59)

KHOTBAH TENTANG SIFAT BUKAN-AKU

1. Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavà bersemayam di dekat Benares, di Isipatana, di Taman Rusa (Migadàya). Di sana, Sang Bhagavà bersabda kepada rombongan lima orang bhikkhu (Assaji, Vappa, Bhadiya, Konda¤¤a, Mahanama):

O, para bhikkhu, badan jasmani (råpa) ini bukan-aku. Jika badan jasmani ini aku, maka badan jasmani ini tidak akan menimbulkan penderitaan. Orang yang memiliki badan jasmani demikian dapat memerintahkan, biarlah badan jasmaniku seperti ini, biarlah badan jasmaniku tidak seperti ini. Tetapi oleh karena badan jasmani ini bukan-aku, maka badan jasmani ini menimbulkan penderitaan, karena seseorang tidak dapat memerintahkan, biarlah badan jasmaniku seperti ini, biarlah badan jasmaniku tidak seperti ini.

2. O, para bhikkhu, perasaan (vedanà) ini bukan-aku. Jika perasaan ini aku, maka perasaan ini tidak akan menimbulkan penderitaan. Orang yang memiliki perasaan demikian dapat memerintahkan, biarlah perasaanku seperti ini, biarlah perasaanku tidak seperti ini. Tetapi oleh karena perasaan ini bukan-aku, maka perasaan ini menimbulkan penderitaan, karena seseorang tidak dapat memerintahkan, biarlah perasaanku seperti ini, biarlah perasaanku tidak seperti ini.

3. O, para bhikkhu, pencerapan (sa¤¤à) ini bukan-aku. Jika pencerapan ini aku, maka pencerapan ini tidak akan menimbulkan penderitaan. Orang yang memiliki pencerapan demikian dapat memerintahkan, biarlah pencerapanku seperti ini, biarlah pencerapanku tidak seperti ini. Tetapi oleh karena pencerapan ini bukan-aku, maka pencerapan ini menimbulkan penderitaan, karena seseorang tidak dapat memerintahkan, biarlah pencerapanku seperti ini, biarlah pencerapanku tidak seperti ini.

4. O, para bhikkhu, bentuk-bentuk pikiran (saïkhàra) ini bukan-aku. Jika bentuk-bentuk pikiran ini aku, maka bentuk-bentuk pikiran ini tidak akan menimbulkan penderitaan. Orang yang memiliki bentuk-bentuk pikiran demikian dapat memerintahkan, biarlah bentuk-bentuk pikiranku seperti ini, biarlah bentuk-bentuk pikiranku tidak seperti ini. Tetapi oleh karena bentuk-bentuk pikiran ini bukan-aku, maka bentuk-bentuk pikiran ini menimbulkan penderitaan, karena seseorang tidak dapat memerintahkan, biarlah bentuk-bentuk pikiranku seperti ini, biarlah bentuk-bentuk pikiranku tidak seperti ini.

5. O, para bhikkhu, kesadaran indria (vi¤¤àõa) ini bukan-aku. Jika kesadaran indria ini aku, maka kesadaran indria ini tidak akan menimbulkan penderitaan. Orang yang memiliki kesadaran indria demikian dapat memerintahkan, biarlah kesadaran indriaku seperti ini, biarlah kesadaran indriaku tidak seperti ini. Tetapi oleh karena kesadaran indria ini bukan-aku, maka kesadaran indria ini menimbulkan penderitaan, karena seseorang tidak dapat memerintahkan, biarlah kesadaran indriaku seperti ini, biarlah kesadaran indriaku tidak seperti ini.

6. O, para bhikkhu, bagaimanakah pandanganmu, apakah badan jasmani ini kekal (niccà) atau tidak kekal (aniccà)? Tidak kekal, Bhante,” jawab kelima bhikkhu. Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan (sukha) atau menyedihan (dukkha)? Menyedihkan (dukkha), Bhante,” jawab kelima bhikkhu. Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada perubahan patutkah dipandang sebagai ini milikku, Ini aku, Ini diriku? Tidak, Bhante,” jawab kelima bhikkhu.

7. Apakah perasaan ini kekal atau tidak kekal? Tidak kekal, Bhante,” jawab kelima bhikkhu. Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan (sukha) atau menyedihan (dukkha)? Menyedihkan (dukkha), Bhante,” jawab kelima bhikkhu. Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada perubahan patutkah dipandang sebagai ini milikku, Ini aku, Ini diriku? Tidak, Bhante,” jawab kelima bhikkhu.
8. Apakah pencerapan ini kekal atau tidak kekal? Tidak kekal, Bhante,” jawab kelima bhikkhu. Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan (sukha) atau menyedihan (dukkha)? Menyedihkan (dukkha), Bhante,” jawab kelima bhikkhu. Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada perubahan patutkah dipandang sebagai ini milikku, ini aku, Ini diriku? Tidak, Bhante,” jawab kelima bhikkhu.

9. Apakah bentuk-bentuk pikiran ini kekal atau tidak kekal? Tidak kekal, Bhante,” jawab kelima bhikkhu. Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan (sukha) atau menyedihan (dukkha)? Menyedihkan (dukkha), Bhante,” jawab kelima bhikkhu. Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada perubahan patutkah dipandang sebagai ini milikku, Ini aku, Ini diriku? Tidak, Bhante,” jawab kelima bhikkhu.

10. Apakah kesadaran indria ini kekal atau tidak kekal? Tidak kekal, Bhante,” jawab kelima bhikkhu. Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan (sukha) atau menyedihan (dukkha)? Menyedihkan (dukkha), Bhante,” jawab kelima bhikkhu. Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada perubahan patutkah dipandang sebagai ini milikku, Ini aku, Ini diriku? Tidak, Bhante,” jawab kelima bhikkhu.

11. Demikianlah, O, para bhikkhu, setiap badan jasmani, baik yang lalu, yang akan datang, maupun yang sekarang ada, baik kasar maupun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah maupun luhur, baik jauh maupun dekat, sepatutnya dipandang dengan Pengertian Benar. Demikian hendaknya: “Ini bukan milikku, Ini bukan aku, Ini bukan diriku.”

12. Demikianlah, O, para bhikkhu, setiap perasaan apapun, baik yang lalu, yang akan datang, maupun yang sekarang ada, baik kasar maupun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah maupun luhur, baik jauh maupun dekat, sepatutnya dipandang dengan Pengertian Benar. Demikian hendaknya: “Ini bukan milikku, Ini bukan aku, Ini bukan diriku.”

13. Demikianlah, O, para bhikkhu, setiap pencerapan, baik yang lalu, yang akan datang, maupun yang sekarang ada, baik kasar maupun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah maupun luhur, baik jauh maupun dekat, sepatutnya dipandang dengan Pengertian Benar. Demikian hendaknya: “Ini bukan milikku, Ini bukan aku, Ini bukan diriku.”

14. Demikianlah, O, para bhikkhu, setiap bentuk-bentuk pikiran apapun, baik yang lalu, yang akan datang, maupun yang sekarang ada, baik kasar maupun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah maupun luhur, baik jauh maupun dekat, sepatutnya dipandang dengan Pengertian Benar. Demikian hendaknya: “Ini bukan milikku, Ini bukan aku, Ini bukan diriku.”
15. Demikianlah, O, para bhikkhu, kesadaran indria apapun, baik yang lalu, yang akan datang, maupun yang sekarang ada, baik kasar maupun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah maupun luhur, baik jauh maupun dekat, sepatutnya dipandang dengan Pengertian Benar. Demikian hendaknya: “Ini bukan milikku, Ini bukan aku, Ini bukan diriku.”

16. Para bhikkhu, apabila siswa Ariya yang telah mendengar ini (Ariyasacca) dan telah memahaminya, dia menjauhkan diri dari kemelekatan badan jasmani, dia menjauhkan diri dari kemelekatan perasaan, dia menjauhkan diri dari kemelekatan pencerapan, dia menjauhkan diri dari kemelekatan bentuk-bentuk pikiran, dia menjauhkan diri dari kemelekatan kesadaran indria.

17. Apabila dia telah menjauhkan diri dari semuanya itu, hawa nafsu menjadi lenyap. Dengan lenyapnya hawa nafsu, dia terbebas (vimutti) apabila dia telah bebas, timbullah pengetahuan bahwa dia telah bebas. Dia memahami: “Tumimbal lahir telah lenyap, telah tercapai hidup suci, tidak ada lagi apa yang harus dikerjakan, tidak kembali lagi ke dunia ini.”

18. Demikianlah sabda Sang Bhagavà, kelima bhikkhu merasa puas dan mengerti sabda Beliau.

19. Sewaktu khotbah ini disampaikan, batin kelima bhikkhu tersebut tidak lagi dikotori oleh kemelekatan.

Khotbah tentang Sifat Bukan-Aku Selesai
(Samyutta Nikàya XXXV, 59)

3. âDITTAPARIYâYASUTTAÑ

Veneyyadamanopàye sabbaso pàramiÿ gato
Amoghavacano buddho abhi¤¤àyànusàsako
Ciõõànuråpato càpi dhammena vinayaÿ pajaÿ
Ciõõàggipàricariyànaÿ sambhojjhàrahayoginaÿ
Yamàdittapariyàyaÿ desayanto manoharaÿ
Te sotàro vimocesi asekkhàya vimuttiyà
Tathevopaparikkhàya vi¤¤ånaÿ sotumicchataÿ
Dukkhatàlakkhanopàyaÿ taÿ suttantaÿ bhaõàma se.

1. Evam me suttaÿ. Ekaÿ samayaÿ Bhagavà, Gayàyaÿ viharati gayàsãse, saddhiÿ bhikkhu-sahassena. Tatra kho Bhagavà bhikkhu àmantesi:

2. Sabbaÿ bhikkhave àdittaÿ, ki¤ci bhikkhave sabbaÿ àdittaÿ, cakkhuÿ bhikkhave àdittaÿ, råpà àdittà, cakkhuvi¤¤àõaÿ àdittaÿ, cakkhu-samphasso àditto, yampidaÿ cakkhusamphassa-paccayà uppajjati vedayitaÿ, sukkhaÿ và dukkhaÿ và adukkhamasukhaÿ và, tampi àdittaÿ. Kena àdittaÿ? âdittaÿ ràgagginà dosagginà mohagginà, àdittaÿ jàtiyà jàramaraõena, sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi upàyàsehi àdittanti vadàmi.

3. Sotaÿ àdittaÿ, saddà àdittà, sotavi¤¤à¤aÿ àdittaÿ, sotasamphasso àditto, yampidaÿ sotasamphassapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và adukkhamasukhaÿ và, tampi àdittaÿ. Kena àdittaÿ? âdittaÿ ràgagginà dosagginà mohagginà, àdittaÿ jàtiyà jàrama-raõena, sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi upàyàsehi àdittanti vadàmi.

4. Ghànaÿ àdittaÿ, gandhà àdittà ghànavi¤¤àõaÿ àdittaÿ, ghànasamphasso àditto, yampidaÿ ghànasamphassapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và adukkhamasukhaÿ và, tampi àdittaÿ. Kena àdittaÿ? âdittaÿ ràgagginà dosagginà mohagginà, àdittaÿ jàtiyà jàrama-raõena, sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi upàyàsehi àdittanti vadàmi.

5. Jivhà àdittà, rasà àdittà, jivhàvi¤¤àõaÿ àdittaÿ, jivhàsamphasso àditto, yampidaÿ jivhàsam-phassapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và adukkhamasukhaÿ và, tampi àdittaÿ. Kena àdittaÿ? âdittaÿ ràgagginà dosagginà mohagginà, àdittaÿ jàtiyà jaràmara-õena, sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi upàyàsehi àdittanti vadàmi.

6. Kàyo àditto, phoññhabbà àdittà, kàyavi¤¤àõaÿ àdittaÿ, kàyasamphasso àditto, yampidaÿ kàyasamphassapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và adukkhamasukhaÿ và, tampi àdittaÿ. Kena àdittaÿ? âdittaÿ ràgagginà dosagginà mohagginà, àdittaÿ jàtiyà jaràma-raõena, sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi upàyàsehi àdittanti vadàmi.

7. Mano àditto, dhammà àdittà, manovi¤¤àõaÿ àdittaÿ, manosamphasso àditto, yampidaÿ manosamphassapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và adukkhamasukhaÿ và, tampi àdittaÿ? Kena àdittaÿ, àdittaÿ ràgagginà dosagginà mohagginà, àdittaÿ jàtiyà jaràmara-õena, sokehi paridevehi dukkhehi domanassehi upàyàsehi àdittanti vadàmi.

8. Evaÿ passaÿ bhikkhave sutvà ariyasàvako, cakkhusmiÿpi nibbindati, råpesupi nibbindati, cakkhuvi¤¤àõepi nibbindati, cakkhusamphassepi nibbindati, yampidaÿ cakkhusamphassapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và adukkhamasukhaÿ và, tasmiÿpi nibbindati.

9. Sotasmiÿpi nibbindati, saddesupi nibbindati, sotavi¤¤àõepi nibbindati, sotasamphassepi nibbindati, yampidaÿ sotasamphassapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và adukkhamasukhaÿ và, tasmiÿpi nibbindati.

10. Ghànasmiÿpi nibbindati, gandhesupi nibbindati, ghànavi¤¤àõepi nibbindati, ghànasamphassepi nibbindati, yampidaÿ ghànasamphassapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và aduk-khamasukhaÿ và, tasmiÿpi nibbindati.

11. Jivhàyapi nibbindati, rasesupi nibbindati, jivhàvi¤¤àõepi nibbindati, jivhàsamphassepi nibbindati, yampidaÿ jivhàsamphassapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và adukkhamasukhaÿ và, tasmiÿpi nibbindati.

12. Kàyasmiÿpi nibbindati, phoññhabbesupi nibbin-dati, kàyavi¤¤àõepi nibbindati, kàyasamphassepi nibbindati, yampidaÿ kàyasamphassapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và adukkhama-sukhaÿ và, tasmiÿpi nibbindati.

13. Manasmiÿpi nibbindati, dhammesupi nibbindati, manovi¤¤àõepi nibbindati, manosamphassepi nibbindati, yampidaÿ manosamphas-sapaccayà uppajjati vedayitaÿ, sukhaÿ và dukkhaÿ và adukkhamasukhaÿ và, tasmiÿpi nibbindati.

14. Nibbindaÿ virajjati, viràgà vimuccati, vimuttasmiÿ vimuttamãti. ¤àõaÿ hoti, khãõà jàti, vusitaÿ brahmacariyaÿ, kataÿ karanãyaÿ, nàparaÿ itthattàyàti pajànàtãti.

15. Idamavoca bhagavà. Attamanà te bhikkhå bhagavato bhasitaÿ abhinanduÿ. Imasmi¤ca pana veyyàkaranasmiÿ bha¤¤amàne, tassa bhikkhu-sahassassa anupàdàya àsavehi cittàni vimucciÿsåti.

âdittapariyàyasuttaÿ niññhitaÿ
(Samyutta Nikaya XXXV, 28)

KHOTBAH API

1. Demikianlah yang Kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavà berdiam di Gayà, di Gayàsisa bersama seribu bhikkhu. Di sana Sang Bhagavà bersabda kepada para bhikkhu:

2. O para bhikkhu, semuanya terbakar, apakah yang terbakar itu? Mata terbakar, wujud terbakar, kesadaran indria mata terbakar, demikian juga apapun yang dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, atau bukan menyenangkan, yang ditimbulkan oleh kontak mata bersama syarat-syaratnya juga terbakar. Apakah yang membakarnya? Dibakar oleh api keserakahan (lobha), dibakar oleh api kebencian (dosa), dibakar oleh api kegelapan-batin (moha); Saya katakan, terbakar oleh kelahiran (jati), usia tua (jara), kematian (marana), kesedihan (soka), ratap-tangis (parideva), penderitaan (dukkha), yang tidak menyenangkan (domanassa), putus-asa (upayasa)

3. Telinga (sota) terbakar, suara terbakar.....


4. Hidung (ghana) terbakar, bebauan (gandha) terbakar.....


5. Lidah (jivha) terbakar, rasa (rasa) terbakar.....


6. Badan (kaya) terbakar, yang dapat disentuh (photthaba) terbakar.....


7. Pikiran (mano) terbakar, objek pikiran (dhamma) terbakar, kesadaran indria pikiran terbakar, kontak pikiran terbakar. Demikian juga apapun yang dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, atau bukan menyenangkan, yang ditimbulkan oleh kontak mata bersama syarat-syaratnya juga terbakar. Apakah yang membakarnya? Dibakar oleh api keserakahan (lobha), dibakar oleh api kebencian (dosa), dibakar oleh api kegelapan-batin (moha); Saya katakan, terbakar oleh kelahiran (jati), usia tua (jara), kematian (marana), kesedihan (soka), ratap-tangis (parideva), penderitaan (dukkha), yang tidak menyenangkan (domanassa), putus-asa (upayasa)

8. O, para bhikkhu, apabila siswa Ariya yang telah mendengar Dhamma dan telah memahaminya, dia menjauhkan diri dari kegemaran-mata, dia menjauhkan diri dari kegemaran-wujud, dia menjauhkan diri dari kegemaran kesadaran-indria mata, dia menjauhkan diri dari kegemaran kontak mata, dan apapun yang dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, atau bukan menyenangkan dan bukan yang tidak menyenangkan, yang ditimbulkan oleh kontak mata bersama syarat-syaratnya, maka dia telah menjauhkan diri dari kegemaran.

9. Dia menjauhkan diri dari kegemaran-telinga, pada suara,...

10. Dia menjauhkan diri dari kegemaran-hidung, pada bebauan,...

11. Dia menjauhkan diri dari kegemaran lidah,...
pada rasa,...

12. Dia menjauhkan diri dari kegemaran badan,...
pada apa yang dapat disentuh,...

13. Dia menjauhkan diri dari kegemaran-pikiran, dia menjauhkan diri dari kegemaran-obyek pikiran, dia menjauhkan diri dari kegemaran kesadaran pikiran, dia menjauhkan diri dari kegemaran kontak pikiran, dan apapun yang dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, atau bukan menyenangkan dan bukan yang tidak menyenangkan, yang ditimbulkan oleh kontak pikiran bersama syarat-syaratnya, maka dia telah menjauhkan diri dari semuanya itu.

14. Apabila dia telah menjauhkan diri, hawa nafsu menjadi lenyap. Dengan lenyapnya hawa nafsu, dia terbebas (vimutti). Apabila dia bebas, timbullah pengetahuan bahwa dia telah bebas, dia memahami: Tumimbal lahir telah lenyap, telah tercapai hidup suci, tidak ada lagi yang harus dikerjakan, tidak kembali lagi ke dunia ini.

15. Demikianlah sabda Sang Bhagavà. Keseribu orang bhikkhu merasa puas dan mengerti sabda Sang Bhagavà. Sewaktu khotbah ini disampaikan, batin ke seribu bhikkhu tersebut tidak lagi dikotori oleh kemelekatan.

Khotbah Api selesai
(Samyutta-Nikàya XXXV, 28)

4. OVâDAPâòIMOKKHâDIPAòHO

Sattannaÿ bhagavantànaÿ
sambuddhanaÿ mahesinaÿ
Ovàdapàñimokkhassa uddesattena dassità
Mahàpadànasuttante tisso gàthàti no sutaÿ
Tãhi sikkhàhi saïkhittaÿ yàsu buddhàna sàsanaÿ
Tàsampakàsakaÿ dhamma pariyàyaÿ bhaõàma se.
1. Udditthaÿ kho tena Bhagavatà jànatà passatà Arahatà Sammàsambuddhena, ovàdapàñimok-khaÿ tãhi gàthàhi:

2. Khantã paramaÿ tapo tãtikkhà,
Nibbànaÿ paramaÿ vadanti Buddhà,
Na hi pabbajjito paråpaghàtã,
Samaõo hoti paraÿ viheñhayanto.

3. Sabbapàpassa akaraõaÿ, kusalassåpasampadà
Sacittapariyodapanaÿ, etaÿ Buddhànasàsanaÿ.

4. Anåpavàdo anåpaghàto, pàñimokkhe ca saÿvaro
Matta¤¤utà ca bhattasmiÿ,
panta¤ca sayanàsanaÿ
Adhicitte ca àyogo, etaÿ Buddhànasàsananti.

5. Anekapariyàyena kho pana tena Bhagavatà jànatà passatà arahatà Sammà sambuddhena, sãlaÿ sammadakkhàtaÿ samàdhi Sammadakkhàto pa¤¤à sammadakkhàtà.

6. Katha¤ca sãlaÿ sammadakkhàtaÿ Bhagavatà, heññhimenapi pariyàyena, sãlaÿ samma-dakkhàtaÿ Bhagavatà, uparimena pariyàyena, sãlaÿ sammadakkhàtaÿ Bhagavatà.

7. Katha¤ca heññhimena pariyàyena, sãlaÿ samma-dakkhàtaÿ Bhagavatà, idha ariyasàvako pàõàti-pàtà pañivirato hoti, Adinnàdànà pañivirato hoti, kàmesu micchàcàrà pañivirato hoti, musàvàdà pañivirato hoti, suràmerayamajjappamàdaññhànà pañivirato hotãti. Evaÿ kho heññhimena pari-yàyena, sãlaÿ sammadakkhàtaÿ Bhagavatà.
8. Katha¤ca uparimena pariyàyena, sãlaÿ sammadakkhàtaÿ Bhagavatà, idha bhikkhu sãlavà hoti, Pàñimokkhasaÿvarasaÿvuto viharati àcàragocarasampanno, anumattesu vajjesu bhaya-dassàvi samàdàya sikkhati sikkhàpadesåti, evaÿ kho uparimena pariyàyena, sãlaÿ sammada-kkhàtaÿ Bhagavatà.

9. Katha¤ca samàdhi sammadakkhàto Bhagavatà, hetthimenapi pariyàyena, samàdhi samma-dakkhàto Bhagavatà, uparimenapi pariyàyena, samàdhi sammadakkhàto Bhagavatà.

10. Katha¤ca heññhimena pariyàyena, samàdhi sammadakkhàto Bhagavatà, idha ariyasàvako vossaggàrammaõaÿ karitvà, labhati samàdhiÿ labhati cittassekaggatanti. Evaÿ kho heññhimena pariyàyena, samàdhi sammadakkhàto Bhagavatà.

11. Katha¤ca uparimena pariyàyena, samàdhi sammadakkhàto Bhagavatà, idha bhikkhu vivicceva kàmehi vivicca akusalehi dhammehi, savitakkaÿ savicàraÿ vivekajampãtisukhaÿ pañhamaÿ jhànaÿ upasampajja viharati, vitakkavicàrànaÿ våpasamà, ajjhattaÿ sampasà-danaÿ cetaso ekodibhàvaÿ avitakkaÿ avicàraÿ, samàdhijampãtisukhaÿ dutiyaÿ jhànaÿ upasam-pajja viharati, pãtiyà ca viràgà upekkhako ca viharati sato ca sampajàno, sukha¤ca kàyena pañisaÿvedeti, yantaÿ ariyà àcikkhanti upekkhako satimà sukhavihàrãti, tatiyaÿ jhànaÿ upasampajja viharati, sukhassa ca pahànà dukkhassa ca pahànà, pubbeva somanassado-manassànaÿ atthaïgamà, adukkhamasukhaÿ upekkhàsatipàrisuddhiÿ, catutthaÿ jhànaÿ upasampajja viharatãti, evaÿ kho uparimena pariyàyena, samàdhi sammadakkhàto Bhagavatà.

12. Katha¤ca pa¤¤à sammadakkhàtà Bhagavatà, heññhimenapi pariyàyena, pa¤¤à sammadakkhàtà Bagavatà, Uparimenapi pariyàyena, pa¤¤à sammadakkhàtà Bhagavatà.

13. Katha¤ca heññhimena pariyàyena, pa¤¤à sammadakkhàtà Bhagavatà, idha ariyasàvako pa¤¤àva hoti, udayatthagàminiyà pa¤¤àya saman-nàgato, ariyàya nibbedhikàya sammà dukkha-kkhayagàminiyàti. Evaÿ kho heññhimena pariyàyena, pa¤¤à sammadakkhàtà Bhagavatà.

14. Katha¤ca uparimena pariyàyena, pa¤¤à sammadakkhàtà Bhagavatà, idha bhikkhu idaÿ dukkhanti yathàbhåtaÿ pajànàti, ayaÿ dukkha-samudayoti yathàbhåtaÿ pajànàti, ayaÿ dukkhanirodhoti yathàbhåtaÿ pajànàti, ayaÿ dukkhanirodhagàminã pañipadàti yathàbhåtaÿ pajànàtãti, evaÿ kho uparimena pariyàyena, pa¤¤à sammadakkhàtà Bhagavatà.

15. Sãlaparibhàvito samàdhi mahapphalo hoti mahànisaÿso, samàdhiparibhàvità pa¤¤à maha-pphalà hoti mahànisaÿsà, pa¤¤àparibhàvitaÿ cittaÿ sammadeva àsavehi vimuccati, seyya-thãdaÿ, kàmàsavà bhavàsavà avijjàsavà.

16. Bhàsità kho pana Bhagavatà parinibbànasamaye ayaÿ pacchimavàcà, handadàni bhikkhave àman-tayàmi vo, vayadhammà saïkhàrà, appàmadena sampàdethàti.

17. Bhàsita¤cidaÿ Bhagavatà, seyyathàpi bhikkhave yàni kànici jaïgalànaÿ pànànaÿ padajàtàni, sabbàni tàni hatthipade samodhànaÿ gacchanti, hatthipadaÿ tesaÿ aggamakkhàyati, yadidaÿ mahantattena, evameva kho bhikkhave ye keci kusaladhammà, sabbe te appamàdamålakà appamàdasamosaraõà, appamàdo tesaÿ aggamak-khàyatãti, tasmàtihamhehi sikkhitibbaÿ.

18. Tibbàpekkhà bhavissàma, adhisãlasikkhàsamà-dàne, adhicittasikkhàsamàdàne, adhipa¤¤àsikkhà-sàmàdane, appamàdena sampàdessàmàti, eva¤hi no sikkhitabbaÿ.

Ovàdapàñimokkhàdipàtho niññhito

URAIAN TENTANG JALAN UNTUK MENCAPAI PEMBEBASAN

1. Sang Arahanta, Samma Sambuddha, Yang Maha Suci, Yang Maha Tahu, Yang Maha Bijaksana telah bersabda tentang Ovàdapàtimokkhà yang terdiri atas tiga syair sebagai berikut:

2. Kesabaran merupakan pelaksanaan Dhamma yang tertinggi; Para Buddha bersabda, Nibbana adalah yang tertinggi.
Jika seseorang yang telah menjadi Bhikkhu masih menyakiti, merugikan orang lain, maka sesungguhnya dia bukan seorang Samana.
3. Janganlah berbuat jahat, tambahkan kebajikan,
Sucikan hati dan pikiran, inilah ajaran Para Buddha,

4. Tidak menghina, tidak menyakiti, mengendalikan diri selaras dengan Patimokkha; Makan secukupnya, tidak berlebih-lebihan; hidup di tempat yang sunyi, berusaha melatih samadhi, inilah ajaran Para Buddha

5. Sang Arahanta, Sammà Sambuddha, Yang Maha Suci, Yang Maha Tahu, Yang Maha Bijaksana, dengan cara yang baik telah mengutarakan tentang Sila, Samàdhi, dan Pa¤¤a.

6. Bagaimanakah Sang Bhagavà mengutarakan tentang Sãla itu? Sang Bhagavà telah mengutarakan dengan baik bagaimana pelaksanaan Sãla, yang merupakan tingkat pengamalan yang dasariah (hetthimena). Sang Bhagavà telah mengutarakan pula dengan baik, bagaimana pelaksanaan Sãla, yang merupakan tingkat pengamalan yang lebih tinggi (uparimena).

7. Bagaimanakah pelaksanaan Sãla, yang merupakan tingkat pengamalan yang dasariah itu? Sang Bhagavà bersabda: “Ia adalah seorang siswa mulia (ariyasavako) yang: Menghindari pembunuhan makhluk hidup, menghindari pengambilan barang yang tidak diberikan, menghindari perbuatan asusila, menghindari kebohongan, fitnah, ucapan kasar dan omong kosong, menghindari segala makanan/ minuman keras yang menyebabkan lemahnya kewaspadaan. Demikianlah pelaksanaan Sãla, yang merupakan tingkat pengamalan yang dasariah, yang dibabarkan oleh Sang Bhagavà.
8. Bagaimanakah pelaksanaan Sila, yang merupakan tingkat pengamalan yang lebih tinggi itu? Sang Bhagavà bersabda: “Ia adalah seorang bhikkhu yang melaksanakan Sila dengan baik, jika ia mengendalikan diri sesuai dengan Patimokkha, bersikap sopan santun, takut untuk berbuat kesalahan walaupun kecil, berdaya upaya untuk menaati peraturan-peraturan sebaik mungkin”. Demikianlah pelaksanaan Sila, yang merupakan tingkat pengamalan yang lebih tinggi, yang dibabarkan oleh Sang Bhagavà.

9. Bagaimanakah Sang Bhagavà mengutarakan tentang samàdhi itu? Sang Bhagavà telah membabarkan bagaimana pelaksanaan Samàdhi, yang merupakan tingkat dasariah (hetthimena). Sang Bhagavà telah membabarkan bagaimana pelaksanaan Samàdhi, yang merupakan tingkat yang lebih tinggi (uparimena).

10. Bagaimanakah pelaksanaan Samàdhi, yang merupakan tingkat dasariah itu? Sang Bhagavà bersabda: “Ia adalah seorang Ariyasavako jika ia dapat melepaskan kekotoran batin (kilesa) dari pikiran, kemudian dapat mencapai konsentrasi dan penunggalan pikiran. Demikianlah pelaksanaan Samàdhi, yang merupakan tingkat dasariah, yang telah dibabarkan oleh Sang Bhagavà.

11. Bagaimanakah pelaksanaan Samàdhi, yang merupakan tingkat yang lebih tinggi itu? Sang Bhagavà bersabda: “Demikianlah kalau ia (bhikkhu) dapat menjauhkan diri dari keinginan nafsu indria, dapat menjauhkan diri dari perbuatan tidak baik, kemudian masuk dan berdiam dalam Jhana pertama, yakni suatu keadaan batin yang bergembira (piti) dan berbahagia (sukha), yang masih disertai dengan Vitakka (pengarahan pikiran pada objek) dan Vicara (usaha mempertahankan pikiran pada objek). Kemudian setelah membebaskan diri dari Vitakka dan Vicara, ia memasuki dan berdiam dalam Jhana kedua, yakni keadaan batin yang bergembira dan bahagia, tanpa disertai dengan Vitakka dan Vicara. Selanjutnya ia membebaskan diri dari perasaan gembira dan berdiam dalam keadaan batin seimbang yang disertai dengan perhatian murni dan jelas. Tubuhnya diliputi dengan perasaan bahagia yang dikatakan oleh para Ariya sebagai ‘Kebahagiaan yang dimiliki oleh mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian murni’, dan ia memasuki dan berdiam dalam Jhana ketiga. Kemudian dengan menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, dengan menyingkirkan perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya, ia memasuki dan berdiam dalam Jhana keempat, yakni suatu keadaan yang benar-benar simbang, yang memiliki perhatian murni (sati parisuddhi), bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia”. Demikianlah pelaksanaan Samàdhi, yang merupakan tingkat yang lebih tinggi, yang dibabarkan oleh Sang Bhagavà.

12. Bagaimanakah Sang Bhagavà mengutarakan tentang Pa¤¤a (kebijaksanaan) itu? Sang Bhagavà telah membabarkan bagaimana pelaksanaan Pa¤¤a, yang merupakan tingkat dasariah (hetthimena). Sang Bhagavà telah membabarkan pula pelaksanaan Pa¤¤a, yang merupakan tingkat yang lebih tinggi (uparimena).
13. Bagaimanakah pelaksanaan Pa¤¤a, yang merupakan tingkat dasariah itu? Sang Bhagavà bersabda: “Demikianlah seorang Ariyasavako memiliki Pa¤¤a, jika ia mengerti adanya Dukkha (penderitaan) dan sebabnya, jika ia mengerti adanya akhir dukkha dan jalan yang membawa pada akhir dukkha. Demikianlah pelaksanaan Pa¤¤a, yang merupakan tingkat yang dasariah, yang dibabarkan oleh Sang Bhagavà.

14. Bagaimanakah pelaksanaan Pa¤¤a, yang merupakan tingkat yang lebih tinggi itu? Sang Bhagavà bersabda: “Seorang bhikkhu mengetahui sebagaimana adanya: inilah dukkha; ia mengetahui sebagaimana adanya: inilah sebab dukkha; ia mengetahui sebagaimana adanya: inilah akhir dukkha; ia mengetahui sebagaimana adanya: inilah jalan yang menuju akhir dukkha.” Demikianlah pelaksanaan Pa¤¤a, yang merupakan tingkat yang lebih tinggi, yang telah dibabarkan oleh Sang Bhagavà.

15. Dengan dilandasi oleh Sila yang telah dikembangkan dengan baik, maka Samàdhi akan memberi pahala dan manfaat yang besar. Dengan dilandasi oleh Samàdhi yang telah dikembangkan dengan baik, maka Pa¤¤a akan memberikan manfaat dan pahala yang besar. Dengan dilandasi oleh Pa¤¤a yang telah dikembangkan dengan baik, maka pikiran (citta) akan terbebas dari segenap noda, yakni noda nafsu indria (kamasava), noda perwujudan (bhavasava) dan noda ketidaktahuan (avijjasava).
16. Pada saat menjelang Parinibbana Sang Bhagavà telah bersabda, yang merupakan pesan terkahir: “Kini, O, para bhikkhu, Ku beritahukan kepadamu bahwa, ‘segala sesuatu yang bersyarat/berkondisi/ terbentuk (saïkhara) itu tidak kekal. Karena itu berjuanglah dengan kesungguhan hati untuk membebaskan dirimu’.

17. Selanjutnya Sang Bhagavà bersabda: “O, para bhikkhu, sebagaimana semua jenis telapak kaki dari berbagai macam makhluk dapat masuk ke dalam telapak kaki gajah karena besarnya, maka demikian pula, O, para bhikkhu, kebajikan-kebajikan apapun itu semuanya berasal dari perhatian (kewaspadaan); disebabkan oleh perhatian. Karena perhatian merupakan hal yang utama di antara semua hal lainnya, maka kalian harus melatihnya dengan baik”.

18. Para bhikkhu menyatakan: “Kami akan berusaha menjalankan Adhisila, Adhicitta, Adhipa¤¤a dengan penuh perhatian. Kami akan mentaati dan berlatih dengan sungguh-sungguh”.

Uraian tentang Jalan untuk Mencapai Pembebasan Selesai

5. BALASUTTAÑ

Tathàgato balappatto loke appañipuggalo
Yesaÿ subhàvitattà kho samboddhuÿ pañipannako
Dhamme sambujjhate samma klesaniddàya bujjhati
Tesampakàsakaÿ suttaÿ yaÿ so jino adesayi
Maïgalatthàya sabbesaÿ taÿ suttantaÿ bhaõàma se.

1. Evam me suttaÿ. Ekaÿ samayaÿ Bhagavà, sàvatthiyaÿ viharati, jetavane Anàthapindikassa, àràme. Tatra kho Bhagavà bhikkhå àmantesi bhikkhavoti, bhadanteti te bhikkhå Bhagavato paccassosuÿ, Bhagavà etadavoca.

2. Pa¤cimàni bhikkhave balàni, katamàni pa¤ca, saddhàbalaÿ viriyabalaÿ satibalaÿ samàdhibalaÿ pa¤¤àbalaÿ.

3. Katama¤ca bhikkhave saddhàbalaÿ, idha bhikkhave ariyasàvako saddho hoti, saddahati tathàgatassa bodhiÿ, itipi so Bhagavà arahaÿ sammàsambuddho, vijjàcaraõasampanno sugato lokavidå, anuttaro purisadammasàrathi satthà devamanussanam Buddho Bhagavàti, idaÿ vuccati bhikkhave saddhàbalaÿ.

4. Katama¤ca bhikkhave viriyabalaÿ, idha bhikkhave ariyasàvako àraddhaviriyo viharati, akusalànaÿ dhammànaÿ pahànàya, kusalànaÿ dhammànaÿ upadampadàya, thàmavà daëhaparakkamo anikkhittadhuro kusalesu dhammesu, idaÿ vuccati bhikkhave viriyabalaÿ.

5. Katama¤ca bhikkhave satibalaÿ, idha bhikkhave ariyasàvako satimà hoti, paramena satanepakkena samannàgato, cirakatampi cirabhàsitampi sarità anussarità, idaÿ vuccati bhikkhave satibalaÿ.

6. Katama¤ca bhikkhave samàdhibalaÿ, idha bhikkhave ariyasàvako, vivicceva kàmehi vivicca akusalehi dhammehi, savitakkaÿ savicàraÿ vivekajampãtisukhaÿ pañhamaÿ jhànaÿ upasam-pajja viharati, vitakkavicàrànaÿ våpasamà, ajjhattaÿ sampasàdanaÿ cetaso ekodibhàvaÿ avitakkaÿ avicàraÿ, samàdhijampãtisukhaÿ dutiyaÿ jhànaÿ upasampajja viharati, pãtiyà ca viràgà upekkhako ca viharati sato ca sampajàno, sukha¤ca kàyena pañisaÿvedeti, yantaÿ ariyà àcikkhanti upekkhako satimà sukhavihàrãti, tatiyaÿ jhànaÿ upasampajja viharati, sukhassa ca pahànà dukkhassa ca pahànà, pubbe va somanassadomanassànaÿ atthaïgamà, Adukkham asukhaÿ upekkhàsati pàrisuddhiÿ, catutthaÿ jhànaÿ upasampajja viharati, idaÿ vuccati bhikkhave samàdhibalaÿ.

7. Katama¤ca bhikkhave pa¤¤àbalaÿ, idha bhikkhave ariyasàvako pa¤¤avà hoti, udayatthagàminiyà pa¤¤àya samannàgato, ariyàya nibbedhikàya sammàdukkhakkhayagàminiyà, idaÿ vuccati bhikkhave pa¤¤àbalaÿ.

8. Imàni kho bhikkhave pa¤ca balànãti, idamavoca Bhagavà, attamanà te bhikkhå Bhagavato bhàsitaÿ, abhinandunti.

Balasuttaÿ niññhitaÿ

KHOTBAH TENTANG KEKUATAN

1. Demikianlah yang telah Kudengar. Pada waktu Sang Bhagavà sedang bersemayam di Vihara Jetavana Arama yang didirikan oleh Ananthapindika di kota Savatthi. Pada waktu itu Sang Bhagavà memanggil para bhikkhu: “Duhai para bhikkhu”. Para bhikkhu segera menghadap Sang Bhagavà.

2. Kemudian Sang Bhagavà mengatakan kepada mereka: “Duhai para bhikkhu, terdapat lima kekuatan. Apakah lima kekuatan itu? Lima kekuatan itu adalah, Kekuatan Keyakinan, Kekuatan Semangat, Kekuatan Kesadaran, Kekuatan Samàdhi dan Kekuatan Kebijaksanaan.”

3. “Duhai para bhikkhu, bagaimanakah tentang Kekuatan Keyakinan?” DiterangkanNya sebagai berikut: “Duhai para bhikkhu, para siswa (bhikkhu dan umat) dalam Buddha Sasana, yakin akan sifat-sifat luhur Sang Bhagavà, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, sempurna Pengetahuan serta tindak tanduk Nya, sempurna menempuh Sang Jalan (ke Nibbana), Pengenal Semua Alam; Pembimbing Manusia Yang Tiada Taranya, Guru Para Dewa dan Manusia, Yang Sadar (Bangun), Yang Layak Dimuliakan.”.

4. “Duhai para bhikkhu, bagaimanakah tentang Kekuatan Semangat?” Diterangkan sebagai berikut; “Duhai para bhikkhu, siswa yang baik dalam Buddha Sasana ini bersemangat untuk menghindari Akusalakamma, bersemangat untuk banyak berbuat Kusalakamma. Mereka tekun, teguh, tidak mudah patah semangat, memperhatikan Kusala Dhamma (hal-hal yang baik). Inilah Kekuatan Semangat.”

5. “Duhai para bhikkhu, bagaimanakah tentang Kekuatan Kesadaran?” Diterangkan sebagai berikut: “Duhai para bhikkhu, siswa yang baik dalam Buddha Sasana ini memiliki kesadaran yang baik - mengingat tindakan yang pernah diperbuat - dan yang telah dibuat masih diingat - mengingat perkataan yang pernah diucapkan - dan yang telah dibicarakan masih diingat - Inilah Kekuatan Kesadaran.”

6. “Duhai para bhikkhu, bagaimanakah tentang Kekuatan Samàdhi?” Diterangkan-Nya sebagai berikut: “Duhai para bhikkhu, siswa yang baik dalam Buddha Sasana ini memiliki Kekuatan Samàdhi yang baik. Mereka memiliki Samàdhi yang sempurna, yang diterangkan sebagai berikut; “Demikianlah ia (bhikkhu) menjauhkan diri dari keinginan nafsu indria, dan berdiam dalam Jhana pertama, yakni suatu keadaan batin yang bergembira (piti) dan berbahagia (sukha), yang masih disertai dengan Vitakka (pengarahan pikiran pada objek) dan Vicara (usaha mempertahankan pikiran pada objek). Kemudian setelah membebaskan diri dari Vitakka dan Vicara, ia memasuki dan berdiam dalam Jhana kedua, yakni keadaan batin yang bergembira dan bahagia, tanpa disertai dengan Vitakka dan Vicara. Selanjutnya dalam keadaan batin seimbang yang disertai dengan perhatian murni dan jelas, tubuhnya diliputi dengan perasaan bahagia yang dikatakan oleh Para Ariya sebagai ‘Kebahagiaan yang dimiliki oleh mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian murni’, dan ia memasuki dan berdiam dalam Jhana Ketiga. Kemudian dengan menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, dengan menying-kirkan perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya, ia memasuki dan berdiam dalam Jhana keempat, yakni suatu keadaan yang benar-benar simbang, yang memiliki perhatian murni (sati parisuddhi), bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia”. Demikianlah pelaksanaan Samàdhi.
7. “Duhai para bhikkhu, bagaimanakah tentang Kekuatan Kebijaksanaan?” Diterangkan sebagai berikut; “Duhai para bhikkhu, siswa-siswa di dalam Buddha Sasana ini memiliki Kebijaksanaan. Mereka memiliki kebijaksanaan yang sempurna, yang bisa mengingat akan muncul dan lenyapnya segala sesuatu. Ini adalah Kekuatan Kebijaksanaan.”

8. “Duhai para bhikkhu, hal-hal yang diterangkan inilah yang dinamakan Lima Kekuatan.” Setelah Sang Bhagavà selesai berkhotbah, para bhikkhu gembira dan senang hati.

Khotbah tentang Kekuatan Selesai

6. SâRâöäYADHAMMASUTTAÑ

Sammaggakaraõo buddho sàmaggiyaÿ niyojako
Samaggakaraõe dhamme sàràõãye adesayi
A¤¤ama¤¤aÿ piyatàya sàdhino gàravassa ca
Saïgahàyàvivàdàya sàmaggiyekatàya ca
Saÿvattanteva bhikkhånaÿ dhammena pañipajjataÿ
Tesampakàsakaÿ suttaÿ yaÿ sambuddhena bhàsitaÿ
Sutvànànukaraõena yathàbuddhena desitaÿ
Sadhånam atthasiddhatthaÿ taÿ suttantaÿ
bhaõàma se

1. Evam me suttaÿ. Ekaÿ samayaÿ Bhagavà, sàvatthiyaÿ viharati, jetavane anàthapiõóikassa àràme. Tatra kho Bhagavà bhikkhå àmantesi bhikkhavoti, bhadanteti te bhikkhå Bhagavato paccassosuÿ.

2. Bhagavà etadavoca, chayime bhikkhave Dhammà sàràõãyà piyakaraõà garukaraõà, saïgahàya avivàdàya sàmaggiyà ekãbhàvàya saÿvattanti, katame cha.

3. Idha bhikkhave bhikkhuno, mettaÿ kàyakammaÿ paccupaññhitaÿ hoti, sabrahmacàrãsu àvi ceva raho ca, ayampi dhammo sàràõãyo piyakaraõo garukaraõo, saïgahàya avivàdàya sàmaggiyà ekãbhàvàya saÿvattanti.

4. Puna caparaÿ bhikkhave bhikkhuno, mettaÿ vacãkammaÿ paccupaññhitaÿ hoti, sabrahma-càrãsu àvi ceva raho ca, ayampi dhammo sàràõãyo piyakaraõo garukaraõo, saïgahàya avivàdàya sàmaggiyà ekãbhàvàya saÿvattati.

5. Puna caparaÿ bhikkhave bhikkhuno, mettaÿ manokammaÿ paccupaññhitaÿ hoti, sabrahma-càrãsu àvi ceva raho ca, ayampi dhammo sàràõãyo piyakaraõo garukaraõo, saïgahàya avivàdàya sàmaggiyà ekãbhàvàya sàmvattati.

6. Puna caparaÿ bhikkhave bhikkhå, ye te làbhà dhammikà dhammaladdhà, antamaso pattapariyà-pannamattampi, tathàrupehi làbhehi appa-ñivibhattabhogã hoti, sãlavantehi sabrahmacàrãhi sàdhàraõabhogã, ayampi dhammo sàràõãyo piyakaraõo garukaraõo, saïgahàya avivàdàya sàmaggiyà ekãbhàvàya saÿvattati.

7. Puna caparaÿ bhikkhave bhikkhå, yàni tàni sãlàni akhaõïàni acchiddàni asabalàni akammàsàni, bhujissàni viññåpasatthàni aparamaññhani samàdhisaÿvattanikàni, tathàråpesu sãlesu sãlasàmaññagato viharati, sabrahmacàrãhi àvi ceva raho ca, ayampi dhammo sàràõãyo piyakaraõo garukaraõo, saïgahàya avivàdàya sàmaggiyà ekãbhàvàya saÿvattati.

8. Puna caparaÿ bhikkhave bhikkhå, yàyaÿ diññhi ariyà niyyànikà, niyyàti takkarassa sammàdukkhakkhayàya, tathàråpàya diññhiyà, diññhisàmaññagato viharati, sabrahmacàrãhi avi ceva raho ca, ayampi dhammo sàràõãyo piyakaraõo garukaraõo, saïgahàya avivàdàya sàmaggiyà ekãbhàvàya saÿvattati.

9. Ime kho bhikkhave cha dhammà sàràõãya piyakaraõà garukaraõà, saïgahàya avivàdàya sàmaggiyà ekãbhàvàya saÿvattatãti.

10. Idamavoca Bhagavà, attamanà te bhikkhå Bhagavato bhàsitaÿ, abhinandunti.

Sàràniyadhammasuttaÿ niññhitaÿ

SâRâNIYADHAMMâ SUTTA

1. Demikianlah yang telah Kudengar. Pada waktu Sang Bhagavà bersemayam di Jetavana Arama yang didirikan Ananthapindika di kota Savatthi. Pada kesempatan itu Sang Bhagavà memanggil para bhikkhu, “Duhai para bhikkhu”. Para bhikkhu datang menghadap.

2. Sang Bhagavà bersabda: “Duhai para bhikkhu, terdapat enam Dhamma yang bertujuan agar kita saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan: yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan. Apakah enam Dhamma itu?

3. “Duhai para bhikkhu, bhikkhu di dalam Buddha Sasana ini memancarkan cinta kasih dalam perbuatannya terhadap mereka yang menjalankan kesucian, baik di depan maupun di belakang mereka. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan, yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.”

4. “Duhai para bhikkhu, masih ada lagi yaitu, bhikkhu di dalam Buddha Sasana ini memancarkan cinta kasih dalam ucapan terhadap mereka yang menjalankan kesucian, baik di depan maupun di belakang mereka. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan, yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.”

5. “Duhai para bhikkhu, masih ada lagi yaitu, bhikkhu di dalam Buddha Sasana ini memancarkan cinta kasih dalam pikiran terhadap mereka yang menjalankan kesucian, baik di depan maupun di belakang mereka. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan, yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.”

6. “Duhai para bhikkhu, masih ada lagi, satu hal yang telah diperoleh dengan benar: dana makanan. Yang diperoleh dengan menerimanya di rumah umat atau di vihara. Dana makanan itu diterima sebagai milik bersama, kemudian dibagikan pada sesama yang menjalankan Sila dan Kesucian. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan, yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.

7. “Duhai para bhikkhu, masih ada lagi yaitu, mereka yang bersama-sama menjalankan Sila dengan baik. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan, yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.”

8. “Duhai para bhikkhu, masih ada lagi, yaitu mereka yang mempunyai pandangan yang sama. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan, yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.”

9. “Duhai para bhikkhu, enam Dhamma ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan, yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.”

10. Sesudah Sang Bhagavà selesai berkhotbah, para bhikkhu gembira dan senang hati.

SARABHANNA & ANUSSATI











SARABHA¥¥A & ANUSSATI
(Pujian Kemuliaan dan Perenungan)

1. BUDDHAMAðGALAGâTHâ

Pemimpin Kebaktian :
Handa mayaÿ sarabha¤¤ena Buddhamaïgala gàthàyo bhaõàma se.
Marilah kita memuji jasa-jasa atas kesempurnaan Sang Buddha.

Bersama-sama :
Sambuddho dipadaÿ seññho nisinno ceva majjhime
Koõóa¤¤o pubbabhàge ca àganeyye ca Kassapo,
Sàrãputto ca dakkhine haratiye Upàli ca,
Pacchimepi ca ânando bàyabbe ca Gavampatti,
Moggallàno ca uttare ãsànepi ca Ràhulo.
Ime kho maïgalà Buddhà sabbe idha patiññhità
Vandità te ca amhehi sakkàrehi ca påjità
Etesaÿ ànubhàvena sabbasotthãbhavantuno

Icceva maccanta namassaneyyaÿ
Namassamàno ratanattayaÿ yaÿ
Pu¤¤àbhisandaÿ vipulaÿ alatthaÿ
Tassànubhàvena hatantaràyo.

BUDDHAMAðGALAGâTHâ

Dari makhluk yang berkaki dua,
Sang Buddha adalah yang paling mulia,
Beliau duduk di tengah.
Konda¤¤a duduk di sebelahku (di timur),
Kassapa berada di tenggara,
Sariputta berada di selatan,
di barat daya bersemayam Upali,
Ananda berada di barat,
di barat laut bersemayam Gavampatti,
Moggalana berada di utara,
di Timur laut bersemayam Rahula.

Semua arahat ini berdiri di sini,
menjadi berkah dari Sang Buddha
Mereka aku hormati,
dan kupuja dengan persembahan yang berharga
Dengan kekuatan semua arahat ini, semoga kebahagiaan akan menjadi milikku .

Setelah bersujud kepada mereka semua yang patut disujudi,
Dan bersujud kepada Sang Tiratana juga,
Semoga buah kebajikan yang berlimpah dapat diperoleh,
Dengan kekuatan ini semoga semua bahaya dimusnahkan.

2. SARABHA¥¥AGâTHâ - VISâKHAGâTHâ
(Untuk dibacakan pada saat Hari Waisak)

Pemimpin Kebaktian :
Handa mayaÿ sarabha¤¤ena
Visàkha påjà bhaõàma se.
Marilah kita memuji jasa-jasa Sang Buddha
di hari Waisak.

Bersama-sama :
Visàkhapuõõamàyaÿ yo jàto antimajàtiyà
Patto ca abhisambodhiÿ athopi parinibbuto.
Loke anuttaro satthà dayà¤anaõõavàsayo
Nàyako mokkhamaggasmiÿ tividhatthåpadesako.
Mahàkàruõikaÿ Buddhaÿ mayantaÿ saraõaÿ gatà.
âmisehi ca påjentà dhamme ca pañipattiyà
Imandàni sunakkhaññaÿ abhimaïgala sammataÿ
Visàkhoëåkayuttena puõõacandena lakkhitaÿ.
Sampattà anukàrena Buddhànussaraõàrahaÿ
Jàtibodhinibbàna kàlabhåtaÿ sayambhuno.
Taÿ sammànussaramànà suciraÿ nibbutàmapi
Passannàkàraÿ karontà sakkàre abhisajjiya.
Daõdadãpe dãpaghare màlàvikati àdayo
Tasseva påjanatthàya yathàsatti yathàbalaÿ.
Samàharitvà ekattha ñhapayimhà yathàrahaÿ
Narànarànaÿ sabbesaÿ saddhamme sampasãdataÿ.
Dhammassavanaÿ karissàma sambuddhaguõadãpanaÿ
Buddhasubodhitàdãnaÿ dãpanatthaÿ mahesino.
Pasannàva mayaÿ sabbe saddahàma subodhitaÿ
Sakkaccantaÿ namassàma sambuddhaÿ Gotamavhayaÿ.
Imehi ca sakkàrehi ñhapiñehi tahiÿ tahiÿ
Tasmiÿ cetiyaññhàne abhipåjema sàdhukaÿ.
Sàdhu no bhante Bhagavà suciraÿ parinibbuto
Dharanto bodhiyà sakkhi bhåtànantaguõena so.
Pavattitvà niruddhena anantàraÿmaõepapi
Pacchimàjanatàbhåta sattànukampamànasà.
Anukampaÿ upàdàya jànantovàbhivàdanaÿ
Pañiggaõhàtu sakkàre susajjite tathà tathà.
Dãgharattampi amhàkaÿ hitàya ca sukhàya ca
Apàyappàrihànàya àyàna¤ca bhivuóóhiyà.

SARABHA¥¥AGâTHâ - VISâKHAGâTHâ

Beliau yang pada kelahiranNya yang terakhir dilahirkan pada saat purnama di bulan Visakha, dan yang mencapai Penerangan Tertinggi dan kemudian mencapai Nirvana, Sang Guru yang tak tertandingi di dunia ini, wadah bagi lautan kasih sayang dan pengetahuan, Sang Pemimpin di Jalan Menuju Pembebasan, Penunjuk dari tiga lapis pencapaian, Sang Buddha yang penuh belas kasih, kepadaNyalah kami berlindung.

Memuja dengan persembahan materi dan dengan pelaksanaan Dharma, maka sekarang saat yang baik telah datang, penuh dengan berkah, ditandai dengan bulan purnama dalam konjung-sinya dengan bintang Visakha, merupakan alasan yang berharga untuk merenungkan Sang Buddha.

Saat kelahiran, Pencerahan, dan wafatNya dari Sang Buddha, kami selalu mengingatNya, walaupun beliau telah lama wafat, dengan penuh hormat melaksanakan perbuatan baik, dengan mem-persiapkan persembahan yang dipersembahkan bersama-sama. Dupa, lilin, pelita, dan semua perhiasan dan sebagainya.

Untuk memujanya dengan seluruh pikiran dan kekuatan kami, kami mengaturnya agar sesuai. Kepada semua manusia dan makh-luk yang bukan manusia yang bergembira di dalam Dharma, kami akan menampilkan pembabaran Dharma yang mewujudkan keagungan dari Sang Buddha yang Maha Sempurna, untuk perwujudan dari Sang Buddha Pertapa yang Agung, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna

Dengan penuh kegembiraan kami percaya pada Yang Tercerahi. Kami dengan penuh hormat bersujud di hadapanNya, Sang Buddha Gotama yang Sempurna, dan dengan semua persembahan ini, yang diatur dengan rapi, di dalam tempat suciNya, kami menghormat dengan setulus hati.
Semoga Yang Terberkahi penuh kemurahan hati, yang telah lama mencapai Parinibbàna, saksi abadi tentang Pencerahan, Ia yang telah melalui keberadaan yang tak berakhir, telah memperoleh kemajuan dengan dihancurkannya penyebab dari tumimbal lahir. Dengan pikiran yang penuh cinta kasih untuk mereka yang akan terlahir dan semua makhluk.

Semoga Beliau, setelah mengetahui sujud kami yang penuh kerendahan hati, dengan penuh cinta kasih menerima persembahan ini, yang dipersiapkan dengan sebaik mungkin, untuk kesejah-teraan dan kebahagiaan kami, serta untuk mengurangi kehilangan dan meningkatkan perolehan kami.

3. BUDDHâNUSSATI

Buddhànussati mettà ca asubhaÿ maranassati
Iti imà caturàrakkhà bhikkhå bhàveyya sàlavà
Ananta vitthàra gunaÿ gunato nussaraÿ muniÿ
Bhàveyya Buddhimà bhikkhå Buddhànussati màdito
Savàsane kileseso eko sabbe nighàtiya
Ahusu suddha santàno påjànaÿ ca sadàraho
Sabbakàla gate Dhamme sabbe sammà sayaÿ muni
Sabbàkàrena bujjhitvà eko sabba¤¤utaÿ gato
Vipassanàdi vijjàhi sãlàdi caranehi ca
Susamiddhehi sampanno gaganàbhehi nàyako
Sammà gato subhanthànaÿ amogha vacano ca so
Tividhassàpi lokassa ¤àtà nirava sesato
Anekehi gunoghehi sabba sattuttamo ahu
Anekehi upàyehi naradamme damesi ca
Eko sabbassa lokassa sabba sattànusàsako
Bhàggya issariyàdãnam gunànaÿ paramo nidhi
Pa¤¤assa sabba dhammesu karunà sabba jantusu
Attatthànaÿ paratthànaÿ sàdhikà guna jetthikà
Dayàya pàrami citvà pa¤¤àyattàna muddhari
Uddhari sabba dhamme ca dayàya¤¤e ca uddhari
Dissamànopi tàvassa rupakàyo acintiyo
Asàdhàrana ¤ànaddhe dhamma kàye kathàvakàti
PERENUNGAN TERHADAP BUDDHA

Perenungan terhadap Buddha dan cinta kasih, perenungan terhadap hal yang menjijikkan dari tubuh dan tentang kematian, merupakan empat macam perenungan yang harus dilakukan oleh siswa yang berkebajikan.
Siswa yang mengerti harus merenungkan pada kebajikan Buddha yang tak terbatas dan amat luas.

Bahwa Sang Buddha telah menghancurkan semua kekotoran batin, menghasilkan pikiran yang jernih murni dan selalu layak memperoleh pujian. Bahwa Sang Buddha telah dengan benar memahami semua aspek dari segala sesuatunya yang tak terbatas oleh waktu, dan telah mencapai Pencerahan yang tertinggi secara menyeluruh dengan usahaNya sendiri.

Bahwa Sang Pemimpin (Sang Buddha) memiliki delapan pengetahuan antara lain vipassana (yang seluas langit) dan carana (antara lain sila).

Bahwa Sang Buddha dengan tepat telah memasuki keadaan yang penuh berkah. Ia dilengkapi dengan perkataan yang hebat. Ia juga mengetahui tiga alam (yaitu alam indera, alam brahma bertubuh halus, dan alam brahma tak berbentuk) secara menyeluruh.

Bahwa Sang Buddha telah menjadi Yang Tertinggi di antara semua makhluk karena berbagai kelebihanNya. Beliau dengan berbagai cara telah menundukkan mereka yang harus ditundukkan.
Bahwa Sang Buddha adalah Guru Agung bagi seluruh dunia. Beliau adalah harta yang tak ternilai dari berbagai sifat seperti keberuntungan dan kesejahteraan.

Bahwa kebijaksanaan Sang Buddha sangatlah luas dan kasih sayangNya meliputi semua makhluk. Beliau adalah yang memberikan manfaat untuk diriNya sendiri maupun makhluk lain. Beliau adalah tak tertandingi dalam semua sifatnya.

Bahwa Sang Buddha telah mengangkat diriNya melalui kebijaksanaan yang diperoleh dengan menjalankan paramita (kesempurnaan) dengan mengajarkan Dharma dalam semua aspeknya; dan mengangkat semua makhluk melalui kasih sayangNya.

Adalah tak mungkin untuk membayangkan Sang Buddha, bahkan dalam bentuk rupakaya (bentuk fisik)Nya sekalipun. Bagaimana lebih tak terbayangkan Dharmakaya (tubuh Dharma) Sang Buddha yang terdiri dari kebijaksanaan yang unik?

4. METTâNUSSATI

Attupamàya sabbesaÿ sattànaÿ sukha kàmataÿ
Passitvà kamato mettaÿ sabba sattesu bhàvaye
Sukhi bhàveyyaÿ niddukkho ahaÿ niccaÿ ahaÿ viya
Hità ca me sukhi hontu majjhattà tha ca verino.
Imaÿ hi gàmakkhettamhi sattà hontu sukhi sadà
Tato paraÿ ca rajjesu cakkavàlesu jantuno
Samantà cakkavàlesu sattànaÿ tesupànino
Sukhino puggalà bhutà atta bhàva gatàsiyuÿ
Tathà itthi pumà ceva ariyà anariyà pi ca
Devà narà apàyatthà tathà dasa disàsu càti.
PERENUNGAN TERHADAP CINTA KASIH

Setelah membandingkan diri sendiri dengan orang lain, seseorang harus melaksanakan cinta kasih terhadap semua makhluk dengan melihat bahwa setiap makhluk juga mendambakan kebahagiaan.

Semoga aku terbebas dari kesedihan dan selalu berbahagia. Semoga mereka yang menginginkan kesejahteraanku, mereka yang tidak ramah terhadapku dan mereka yang membenciku, juga merasakan kebahagiaan.

Semoga semua makhluk yang tinggal di dekat sini dan yang tinggal di alam-alam lain di dalam sistem dunia ini semuanya berbahagia.

Semoga semua makhluk yang tinggal di setiap sistem dunia dan setiap elemen kehidupan di dalam setiap sistem itu berbahagia dan memperoleh berkah yang tertinggi.

Demikian pula, wanita, pria, yang mulia dan yang hina, para dewa, manusia, dan mereka yang berada di alam sengsara, dan mereka yang hidup di sepuluh penjuru; semoga semua makhluk ini berbahagia.

5. MARANâNUSSATI

Pavàta dãpa tullyàya sàyu santati yàkkhayaÿ
Paråpamàya sampassaÿ bhàvaye maranassatiÿ
Mahàsampatti sampattà yathà sattà matà idha
Tathà ahaÿ marissàmi maranaÿ mama hessati
Uppattiyà sahevedaÿ maranaÿ àgataÿ sadà
Màranatthàya okàsaÿ vadhako viya esati
Isakaÿ anivattaÿ taÿ satataÿ gamanussukaÿ
Jãvitaÿ udayà atthaÿ suriyo viya dhàvati
Vijju bubbula ussàva jalaràji parikkhayaÿ
Ghàtakova ripå tassa sabbatthàpi avàriyo
Suyasatthàma pu¤¤iddhi buddhi vuddhe jinaddyayaÿ
Ghàtesi maranaÿ khippaÿ kàtu màdisake kathà
Paccayànaÿ ca vekallyà bàhirajjhattu paddavà
Maràmoraÿ nimesàpi maramàno anukkhananti

PERENUNGAN TERHADAP KEMATIAN

Melihat dengan kebijaksanaan akhir dari kehidupan pada diri orang lain dan membandingkan hal ini laksana pelita di tempat yang penuh angin, maka seseorang harus bermeditasi (merenungkan) terhadap kematian.

Seperti halnya di dunia ini manusia yang sekali pernah mengecap kemakmuran yang berlimpah harus mati, demikian aku pun akan mati pula suatu hari nanti. Kematian pasti akan datang kepadaku.

Kematian ini datang bersama-sama dengan kelahiran. Oleh sebab itu, laksana seorang algojo, kematian selalu mencari kesempatan untuk menghancurkan.

Kehidupan, tanpa berhenti untuk sekejappun, dan selalu bergerak, berlari bagaikan matahari yang terburu-buru terbenam setelah terbitnya.

Kehidupan ini akan berakhir seperti secercah sinar, segelembung air, setetes embun di atas daun, atau garis yang digoreskan di atas air, laksana musuh yang hendak membunuh. Kematian tak pernah dapat dihindari.

Jika kematian dapat terjadi dengan cepat terhadap para Buddha yang memiliki kemuliaan yang agung, kemampuan luar biasa, kebajikan yang besar, kekuatan supernormal dan kebijaksanaan, maka apa yang dapat dikatakan tentang aku?

Kematian dengan cepat, aku akan mati dalam sekejap mata, karena kelaparan, dan melalui penyakit atau melalui luka di tubuh.

6. ASUBHâNUSSATI

Avi¤¤à anà subhanibbhaÿ savi¤¤ànà subhaÿ imaÿ
Kàyaÿ asubhato passaÿ asubhaÿ bhàvaye yati
Vanna santhàna gandhehi àsayo kàsato tathà
Patikkulàni kàye me kunapàni dvisolasa
Partitamhàpi kunapà jegucchaÿ kàya nissitaÿ
Adharo hi suci tassa kàyotu kunape thitaÿ
Milhe kimiva kàyoyaÿ asuciÿhi samutthito
Anto asuci sampunno punna vaccaa kuti viya
Asuci sandate niccaÿ yathà medaka thàlikà
Nànà kimi kulàvàso pakka candanikà viya
Ganda bhuto roga bhuto vana bhuto samussayo
Atekicchoti jeguccho pabhinna kunapupamoti.

PERENUNGAN TERHADAP KEKOTORAN TUBUH

Di dalam memandang tubuh ini sebagai kesatuan kesadaran dan non-kesadaran, seseorang harus merenungkan sifat tubuh yang tidak memuaskan.

Ketigapuluhdua kekotoran dari tubuh manusia sangat memuakkan yang berkaitan dengan warna, bentuk, elemen-elemen yang berhubungan, dan ruang.
Kekotoran yang berada di dalam tubuh lebih memuakkan daripada kotoran yang keluar dari tubuh, karena kekotoran yang jatuh dari tubuh terus menerus tidaklah mengotori tubuh yang sebenarnya mengistirahatkan dirinya pada tumpukan kotoran.

Seperti cacing yang lahir di tumpukan kotoran, tubuh ini juga terlahir di antara kotoran. Seperti tangki kotoran, tubuh ini penuh dengan kotoran.

Seperti halnya minyak yang tumpah dari wadah yang sudah penuh, demikian pula benda-benda yang kotor mengalir keluar dari tubuh ini. Bagaikan tangki kotoran, tubuh ini menjadi tuan rumah bagi jutaan cacing.

Tubuh ini adalah bagaikan uap, penyakit, luka yang tak dapat diobati. Sangat menjijikkan. Tubuh ini dapat dibandingkan dengan mayat yang membusuk.

PARITTA AVAMANGALA











PARITTA AVAMAðGALA
1. PUBBABHâGANAMAKâRA

Pemimpin Kebaktian :
Handa mayaÿ Buddhasa Bhagavato pubbabhàganamakàraÿ karoma se.
Marilah kita mengucapkan penghormatan awal kepada Sang Buddha, Sang Bhagavà

Bersama-sama :
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammà Sambuddhassa
(tiga kali)

PENGHORMATAN AWAL
Terpujilah Sang Bhagavà, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna. (tiga kali)

2. TISARAöA

Buddhaÿ saraõaÿ gacchàmi
Dhammaÿ saraõaÿ gacchàmi
Saïghaÿ saraõaÿ gacchàmi

Dutiyampi Buddhaÿ saraõaÿ gacchàmi
Dutiyampi Dhammaÿ saraõaÿ gacchàmi
Dutiyampi Saïghaÿ saraõaÿ gacchàmi

Tatiyampi Buddhaÿ saraõaÿ gacchàmi
Tatiyampi Dhammaÿ saraõaÿ gacchàmi
Tatiyampi Saïghaÿ saraõaÿ gacchàmi

TIGA PERLINDUNGAN

Aku berlindung kepada Buddha
Aku berlindung kepada Dhamma
Aku berlindung kepada Saïgha

Untuk kedua kalinya aku berlindung kepada Buddha
Untuk kedua kalinya aku berlindung kepada Dhamma
Untuk kedua kalinya aku berlindung kepada Saïgha

Untuk ketiga kalinya aku berlindung kepada Buddha
Untuk ketiga kalinya aku berlindung kepada Dhamma
Untuk ketiga kalinya aku berlindung kepada Saïgha

3. PABBATOPAMA GâTHâ

Yathàpi selà vipulà Nabhaÿ àhacca pabbatà
Samantà anupariyeyyuÿ Nippothentà catuddisà
Evaÿ jarà ca maccu ca Adhivattanti pàõino
Khattiye bràhmaõe vesse Sude càõóala-pukkuse
Na ki¤ci parivajjeti Sabba mevàbhimaddati
Na tattha hatthãnaÿ bhåmi Na rathànaÿ na pattiyà
Na càpi mantayuddhena Sakkà jetuÿ dhanena va
Tasmà hi paõóito poso Sampassaÿ atthamattano
Buddhe Dhamme ca Saïghe ca Dhãro saddhaÿ nivesaye
Yo dhammacàrã kàyena Vàcàya uda cetasà
Idheva naÿ pasaÿsanti Pecca sagge pamodati.

SYAIR PERSAMAAN DENGAN BATU KARANG

Bagaikan batu karang yang besar, puncaknya menjulang ke angkasa
Berubah dan hancur, karena pengikisan dari empat arah.
Demikian pula kelapukan dan kematian, menguasai semua makhluk, apakah dia ksatria, brahmana, pedagang; pekerja, kasta buangan maupun pembersih jalan.
Tidak seorang pun yang akan terbebas, semuanya pasti menemui kematian.
Dalam hal ini tidak ada tempat bagi gajah-gajah; pasukan, maupun prajurit.
Tiada sesuatu pun dengan mantra perang atau, kekayaan dapat mengatasi kematian
Oleh sebab itulah para bijaksana, setelah melihat manfaat kebajikan bagi dirinya sendiri.

Maka mereka memperkuat keyakinannya kepada Buddha, Dhamma dan Saïgha.
Siapa saja yang melaksanakan Dhamma dengan baik;
dengan pikiran, ucapan, dan perbuatan,
Orang itu sangat terpuji, dan setelah meninggal ia berbahagia di surga.

4. SALLA SUTTA

Animitta mana¤¤ataÿ Maccànaÿ idha jãvitaÿ
Kasiraÿ ca parittaÿ ca Taÿ ca dukkhena saïyuttaÿ
Nahi so upakkamo atthi Yena jàtà na mãyare
Jarampi patvà maranaÿ Evaÿ dhammàhi pànino
Phalànamiva pakkànaÿ Pàto patanato bhayaÿ
Evaÿ jàtàna maccànaÿ Niccaÿ maranato bhayaÿ
Yathàpi kumbhakàrassa Kata mattika bhàjana
Sabbe bhedana pariyanto Evaÿ maccàna jãvitaÿ
Daharà ca mahantà ca Ye bàlà ye ca pandità
Sabbe maccu vasaÿ yanti Sabbe maccu paràyanà
Tesaÿ maccu paretànaÿ Gacchataÿ paralokato
Napità tàyate puttaÿ ¥àtivà pana ¤àtake
Pekkhataÿ yeva ¤atinaÿ Passalàla pataÿ puthu
Ekamekova maccànaÿ Govajjho viya niyati
Evamabbhàhato loko Maccunà ca jaràya ca
Tasmà dhirà na socanti Viditvà loka pariyàyaÿ
Yassa maggaÿ na jànàsi âgatassa gatassa và
Ubho ante asampassaÿ Niratthaÿ paridevasi
Paridevaya màno ce Kincidatthaÿ udabbahe
Sammålho hinsa matthànaÿ
Kayirà cetaÿ vicakkhano
Nahi runnena sokena Santiÿ pappoti cetaso
Bhiyassuppajjate dukkhaÿ Sarãramcupa ha¤¤àti
Kiso vivanno bhavati Hinsa mattàna mattàna
Na tena petà pàlenti Nirattha paridevanà
Soka mappa jahaÿ jantuÿ Bhãyo dukkhaÿ nigacchati
Anutthunanto kàlakataÿ Sokassa vasa maïvagu

A¤¤epi passa gàmino Yathà kammupage nare
Maccuno vasa màgamma Phandante vidha pànino
Yena yenahi ma¤¤anti Tato taÿ hoti a¤¤athà
Etàdiso vinà bhàvo Passa lokassa pariyàyaÿ
Api ce vassa sataÿ jive Bhãyo và panamànavo
¥àti saïghà vinà hoti Jahati idha jãvitaÿ
Tasmà arahato sutvà Vineyya paridevitaÿ
Petaÿ kàlakataÿ disvà Naso labbhà mayà iti
Yathà saranamàdittaÿ Vàrinà parinibbuto
Evam’pi dhiro sappa¤¤o Pandito kusalo naro
Khippamuppatitaÿ sokaÿ Vàto thålaÿ va dhansaye
Paridevanpajappa¤ca Domanassa¤ca attano
Attano sukha mesàno Abbahe salla mattano
Abållha sallo asito Santiÿ pappuyya cetaso
Sabba sokaÿ atikkanto Asoko hoti nibbuto.

SUTTA TENTANG LUKA PENDERITAAN

Kehidupan dari yang bisa mati di dunia ini, adalah singkat dan penuh dengan penderitaan yang tidak dapat dihitung maupun diukur.
Tidak ada alat apapun yang dapat dipergunakan untuk melarikan diri dari kematian
Setelah mencapai usia tua, maka kematian adalah tak terelakkan.

Bagaikan buah setelah masak akan gugur, demikian pula makhluk yang bisa mati setelah dilahirkan harus selalu menghadapi takutnya kematian.
Seperti halnya dengan periuk keramik yang dibuat oleh tukang keramik haruslah pecah pada suatu waktu, demikian pula kehidupan dari makhluk yang bisa mati telah ditentukan untuk berpisah.

Para remaja dan pemuda, yang bijaksana dan yang bodoh, semua ini berada di bawah bayang-bayang kematian.
Tidak ada seorang ayah pun yang dapat menyelamatkan anaknya, tidak ada sanak saudara yang dapat menyelamatkan saudaranya ketika mereka harus berpisah dengan dunia ini.

Ketika sanak saudara berdiri memperhatikan dan meratap, menyaksikan bagaimana makhluk mengalami kematian, seperti sapi yang digiring ke rumah jagal.
Karena makhluk akan disergap oleh kematian dan usia tua, maka para bijaksana setelah mengetahui sifat alami dunia ini, tidak menderita.

Adalah sia-sia jika engkau meratapi yang mati, karena engkau tidak akan pernah tahu kapan mereka datang dan kapan mereka pergi.
Jika ratapan akan menyembuhkan luka hati si peratap, maka biarkanlah para bijaksana meratap.


Kedamaian pikiran tidaklah diperoleh melalui ratapan.
Hal ini hanya akan membawa penderitaan dan melukai tubuh. Meratap hanya akan membuat si peratap lemah dan pucat. Ratapan tidak akan menolong orang yang telah meninggal. Oleh sebab itu, meratap adalah sia-sia.

Dengan tidak melepaskan kesedihan, maka ia justru semakin menderita. Ia hanya akan semakin tenggelam dalam alam kesedihan. Lihatlah bagaimana orang-orang yang terlahir di dunia ini sesuai dengan karmanya, harus gemetar di bawah bayang-bayang kematian.

Dengan cara bagaimanapun manusia berpikir tentang segala sesuatunya, semuanya itu terjadi kebalikannya. Itulah sifat alami yang berlawanan dari segala sesuatu. Dengan demikian telitilah sifat dunia ini.

Walaupun misalkan seseorang dapat hidup seratus tahun atau lebih, ia tetap harus meninggalkan kehidupan ini, dan pada akhirnya kehilangan teman dan sanak saudara.
Oleh sebab itu, dengan mendengarkan para bijaksana dan orang suci dan melihat orang yang meninggal, kendalikanlah kesedihanmu.
Renungkanlah keberangkatan dari orang yang kau cintai dengan berpikir bahwa perpisahan adalah hal yang wajar.

Laksana seseorang berusaha memadamkan rumah yang terbakar dengan air, demikian pula biarkanlah orang yang teguh dan bijaksana menyingkirkan penderitaan, secepat angin meniup segenggam kapas.
Biarkanlah seseorang yang menginginkan kebahagiaan dirinya membuang luka dari ratapan dan penderitaan yang ditanamnya sendiri. Setelah membuang luka itu dan mencapai ketenangan batin, ia akan terberkahi dan terbebas dari penderitaan, mengatasi semua kesedihan.

5. TILAKKHANADIGâTHâ

Sabbe saïkhàrà aniccà’ti Yadà pa¤¤àya passati
Atha nibbindati dukkhe Esa maggo visuddhiyà
Sabbe saïkhàrà dukkhà’ti Yadà pa¤¤àya passati
Atha nibbindati dukkhe Esa maggo visuddhiyà
Sabbe dhammà anattà’ti Yadà pa¤¤àya passati
Atha nibbindati dukkhe Esa maggo visuddhiyà
Appakà te manussesu Ye janà pàragàmino
Athaya­ÿ itarà pajà Tãramevànudhàvati
Ye ca kho sammadakkhàte
Dhamme dhammà-nuvattino
Te janà pàramessanti Macchudheyyaÿ suduttaraÿ
Kaõhaÿ dhammaÿ vippahàya
Sukkaÿ bhàvetha paõóito
Okà anokamàgamma Viveke yattha dåramaÿ
Tatràbhiratimicheyya Hitvà kàme aki¤cano
Pariyodapeyya attànaÿ Cittaklesehi paõóito
Yesaÿ sambodhiyaïgesu Sammà cittaÿ subhàvitaÿ
âdànapañinissagge Anupàdàya ye ratà
Khiõàsavà jutimanto Te loke parinibbutà’ti

SYAIR TENTANG TIGA CORAK UNIVERSAL

Semua yang berkondisi adalah tidak kekal,
bila dengan bijaksana orang melihatnya
Maka dukkha tidak akan ada lagi,
inilah jalan menuju kesucian.
Semua yang berkondisi adalah dukkha,
bila dengan bijaksana orang melihatnya,
Maka dukkha tidak akan ada lagi,
inilah jalan menuju kesucian.

Segala sesuatu (baik yang berkondisi maupun yang tidak berkondisi) adalah ‘tanpa aku’,
bila dengan bijaksana orang melihatnya,
Maka dukkha tidak akan ada lagi,
inilah jalan menuju kesucian.

Di antara orang banyak,
hanya sedikit yang mampu mencapai pantai seberang.
Sebagian besar manusia hilir mudik di pantai sebelah sini.

Tetapi di antara orang banyak,
Yang melaksanakan Dhamma yang telah dibabarkan dengan sempurna.
Dapat menyeberangi alam kematian,
yang sukar untuk diseberangi.
Orang bijaksana akan melenyapkan kegelapan,
terlatih dalam cahaya terang.
Setelah menjalani hidup tak berkeluarga,
Berusaha keras untuk menjalani hidup dalam kesunyian.

Mereka yang menginginkan ‘Cahaya Terang yang Hakiki’
Seharusnya meninggalkan kesenangan dunia
Tanpa memiliki harta dunia,
ia harus membersihkan batinnya.

Orang bijaksana demikian telah memiliki Bodhi
Batinnya telah berkembang sempurna,
telah melenyapkan kemelekatan.
Bahagia dengan pikiran tanpa kemelekatan
Mereka yang bebas dari kekotoran batin
serta bersinar terang
Mencapai Nibbàna dalam kehidupan ini.

6. ARIYADHANA GâTHâ

Yassa saddhà tathàgate acalà supatiññhità
Sãla¤ca yassa kalyàõaÿ ariyakantaÿ pasaÿsitaÿ.
Saïghe pasàdo yassatthi ujubhåta¤ca dassanaÿ
Adaliddoti taÿ àhu amoghantassa jãvitaÿ.
Tasmà saddha¤ca sãla¤ca pasàdaÿ dhammadassanaÿ
Anuyu¤jetha medhàvi saraÿ Buddhàna sàsananti.

SYAIR TENTANG KEKAYAAN MULIA

Ia yang yakin pada Tathagata, kokoh, kuat,
serta tak tergoyahkan,
Mempunyai sila yang baik,
disenangi dan dipuji oleh para ariya.

Dia yang yakin pada Saïgha,
teguh, lurus, dan penuh perhatian,
Mereka (Saïgha) mengatakan: Ia tidak miskin,
Dan tidak akan menderita di akhir hidupnya.

Sebab itu, keyakinan dan sila,
kepercayaan dan penembusan Dhamma,
Haruslah dikembangkan oleh orang Bijaksana,
Dengan selalu ingat pada Ajaran Sang Buddha.

7. DHAMMANIYâMA SUTTA

Evamme sutaÿ. Ekaÿ samayaÿ Bhagavà, Sàvatthiyaÿ viharati, Jetavane anàthapiõóikassa, âràme.
Tatra kho Bhagavà bhikkhå àmantesi bhikkhavo’ti. Bhadante’ti te bhikkhå Bhagavato paccassosuÿ. Bhagavà etadavoca:

Uppàdà và bhikkhave Tathàgatànaÿ anuppàdà và Tathàgatànaÿ, ñhità va sà dhàtudhammaññhitatà dhammaniyàmatà, sabbe saïkhàrà aniccà’ti.

Taÿ Tathàgato abhisambujjhati abhisameti, abhisambujjhitvà abhisametvà àcãkkhati deseti, pa¤¤apeti paññhapeti, vivarati vibhajati utànãkaroti: sabbe saïkhàrà aniccà’ti.

Uppàdà và bhikkhave Tathàgatànaÿ anuppàdà và Tathàgatànaÿ, ñhità va sà dhàtudhammaññhitatà dhammaniyàmatà, sabbe saïkhàrà dukkhà’ti.

Taÿ Tathàgato abhisambujjhati abhisameti, abhisambujjhitvà abhisametvà àcikkhati deseti, pa¤¤apeti paññhapeti, vivarati vibhajati utànãkaroti: sabbe saïkhàrà dukkhà’ti.

Uppàdà và bhikkhave Tathàgatànaÿ anuppàdà và Tathàgatànaÿ, ñhità va sà dhàtudhammaññhitatà dhammaniyàmatà, sabbe dhammà anattà’ti.

Taÿ Tathàgato abhisambujjhati abhisameti, abhisambujjhitvà abhisametvà àcikkhati deseti, pa¤¤apeti paññhapeti, vivarati vibhajati utànãkaroti: sabbe dhammà anattà’ti.

Idamavoca Bhagavà, attamanà te bhikkhå Bhagavato bhàsitaÿ, abhinandun’ti.
SUTTA TENTANG DHAMMA YANG TETAP

Demikianlah telah kudengar:

Pada suatu ketika Sang Bhagavà, bersemayam di dekat savatthi, di hutan Jeta milik Anathapindika.

Sang Bhagavà bersabda kapada para bhikkhu:
“O, para bhikkhu.”
“Ya, Bhante,” jawab para bhikkhu kepada Sang Bhagavà.
Selanjutnya Sang Bhagavà bersabda:

“O, para bhikkhu, apakah para Tathàgata muncul di dunia atau tidak, terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu (dhamma), terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu, bahwa: “Semua yang terbentuk adalah tidak kekal.”

Tathàgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu. Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti, Ia memaklumkannya, menunjukkannya, menegaskannya, menandaskannya, menjelaskan, menguraikan dan membentangkan, bahwa: “Semua yang terbentuk adalah tidak kekal.”

“O, para bhikkhu, apakah para Tathàgata muncul di dunia atau tidak, terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu (dhamma), terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu, bahwa: “Semua yang terbentuk adalah dukkha.”

Tathàgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu. Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti, Ia memaklumkannya, menunjukkannya, menegaskannya, menandaskannya, menjelaskan, menguraikan dan membentangkan, bahwa: “Semua yang terbentuk adalah dukkha.”

“O, para bhikkhu, apakah para Tathàgata muncul di dunia atau tidak, terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu (dhamma), terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu, bahwa: “Segala sesuatu adalah tanpa inti.”

Tathàgata mengetahui dan mengerti sepenuhnya hal itu. Setelah sepenuhnya mengetahui dan mengerti, Ia memaklumkannya, menunjukkannya, menegaskannya, menandaskannya, menjelaskan, menguraikan dan membentangkan, bahwa: “Segala sesuatu adalalah tanpa inti.”

Demikianlah sabda Sang Bhagavà. Mendengar sabda Sang Bhagavà tersebut batin para bhikkhu dipenuhi kebahagiaan nan luhur.

8. VIJAYA SUTTA

Caraÿ và yadi và tiññhaÿ Nisinno uda và sayaÿ
Sammi¤jeti pasàreti Esà kàyassa i¤janà
Atthã nahàru sa¤¤uto Taca maÿsà va lepano
Chaviyà kayo paticchano Yathàbhåtaÿ na dissati
Antapåro udarapåro Yakapeëassa vatthino
Hadayassa papphàsassa Vakkassa pihakassa ca
Siïghànikàya khelassa Sedassa ca medassa ca
Lohitassa lasikàya Pittassa ca vasàya ca
Athassa navahi sotehi Asucã savati sabbadà
Akhimhà akkhigåthako Kaõõamhà kaõõagåthako
Siïghànikà ca nàsato Mukhena vamatekadà
Pittaÿ semha ca vamati Kàyamhà sedajjallikà
Ath’assa susiraÿ sãsaÿ Matthaluïgassa påritaÿ
Subhato naÿ man¤¤atã bàlo Avijjàya purakkhato
Yadà ca so mato seti Uddhumàto vinãlako
Apavi¤¤ho susànasmiÿ Anapekkhà honti ¤àtayo
Khàdanti naÿ supànà ca Sigàlà ca vakà kimã
Kàkà gijjhà ca khàdanti Ye ca¤¤e santi pàõino
Sutvàna Buddhavacanaÿ Bhikkhu pa¤¤àõavà idha
So kho naÿ parijànàti Yathàbhåta¤hi passati
Yathà idaÿ tathà etaÿ Yathà etaÿ tathà idaÿ
Ajjhatta¤ca bahiddhà ca Kàye chandaÿ viràjaye
Chandaràga viratto so Bhikkhu pa¤¤àõavà idha
Ajjhagà amataÿ santiÿ Nibbàna padamaccutaÿ
Dipàdako yaÿ asuci Duggandho parihãrati
Nànàkuõa paparipåro Vissavanto tato tato
Etàdisena kàyena Yo ma¤¤e uõõametave
Param và avàjàneyya Kima¤¤atara adassanà’ti.

SUTTA TENTANG KEKOTORAN BADAN

Baik berjalan ataupun berdiri,
baik duduk maupun berbaring
Dibungkukkan atau diluruskan,
itu semua hanya gerak dari badan jasmani.

Tulang-tulang dan otot-otot, dibalut dengan selaput daging
Diselubungi dengan kulit, dengan demikian tidak terlihat yang sebenarnya.

Badan terdiri dari usus, lambung; hati, gelembung air,
Jantung dan paru-paru, ginjal dan limpa kecil.

Terdapat pula ingus, lendir; peluh, getah bening, darah
Getah sambungan, empedu, dan gemuk (gajih).

Melalui sembilan lubang, kotoran terus menerus keluar
Kotoran mata keluar melalui mata, kotoran telinga keluar melalui telinga.
Ingus mengalir melalui hidung, adakalanya kotoran empedu dan lendir dimuntahkan.
Air peluh dikeluarkan dari badan.
Dalam rongga kepala terdapat otak,
seorang dungu karena kebodohannya
Mempunyai anggapan bahwa badan jasmani ini,
adalah suatu rupa yang baik sekali.

Padahal jika badan ini mati,
sebagai bangkai di dalam kuburan
Bengkak-bengkak, biru-biru, dan tersia-sia,
anggota keluarga tidak mengingin-kannya lagi.

Mayat itu mungkin dimakan anjing,
serigala, anjing hutan, cacing-cacing,
Burung gagak, burung nasar,
dan binatang-binatang lainnya.

Demikian sabda Sang Buddha,
yang telah dipuji oleh para Siswa yang bijaksana
Yang dimengerti dengan benar,
karena ia melihat dengan sewajarnya.

Kewajaran seperti ini, itulah kesunyataan,
kewajaran berdasarkan kesunyataan itu, pasti akan terjadi.
Maka lepaskanlah belenggu badan ini,
baik pribadi, maupun luar pribadi.

Bebas dari belenggu, bebas dari keinginan,
yang telah dipuji tinggi para Siswa bijaksana.
Akan diperoleh ketenangan dan ketentraman mutlak, tercapailah Nibbàna.
Badan berkaki dua yang tidak bersih ini,
yang membawa bau busuk dan menjijikkan
Penuh dengan kekotoran,
yang keluar dari berbagai tempat.

Jika dengan badan yang demikian ini,
orang menganggap dirinya tinggi
Dan memandang rendah orang lain,
maka hal ini hanyalah disebabkan oleh kebodohan.

9. PAÑSUKULA GâTHâ

Aniccà vata saïkhàrà Uppàda vayadhammino
Uppajjitvà nirujjhanti Tesaÿ våpasamo sukho.
Sabbe sattà maranti ca Mariÿsu ca marissare
Tathevàhaÿ marissàmi Natthi me eta saÿsayo

SYAIR UNTUK RENUNGAN MENGAMBIL KAIN

Tidak kekal adalah sifat segala sesuatu yang berkondisi
Mereka bersifat muncul (uppada) dan lenyap (vaya)
Setelah muncul mereka akan musnah kembali
Dengan tercapainya keseimbangan
maka tercapailah kebahagiaan.

Semua makhluk akan mengalami kematian
Mereka telah berkali-kali mengalami kematian,
dan akan selalu demikian
Saya pun akan mengalami kematian juga
Keragu-raguan tentang hal ini tidak ada dalam diriku.

10. JäVITAÑ ANIYATAÑ, MARANAÑ NIYATAÑ

(Dibacakan pada upacara pemakaman atau kremasi jenazah)

Aniccàvata saïkhàrà Uppàda vayadhammino
Uppajittvà nirujjhanti Tesaÿ våpasamo sukho
Aciraÿ vatayaÿ kàyo Pathaviÿ adhi sessati
Chuddho apeta vi¤¤àno Niratthaÿ va kaliïgaraÿ
Anabbhito tato àga Ananu¤¤àto ito gato
Yathà gato tathàgato Kà tattha paridevanà
Puttà matthi dhanaÿatthi Iti bàlo viha¤¤ati
Attàhi attano natthi Kuto puttà kuto dhanaÿ

HIDUP TIDAKLAH PASTI, KEMATIAN ADALAH PASTI

Tidak kekal adalah sifat segala sesuatu yang berkondisi, mereka muncul dan lenyap. Setelah muncul mereka akan musnah kembali. Dengan tercapainya keseimbangan maka tercapailah kebahagiaan.

Tidak berapa lama lagi tubuh ini akan terbaring di tanah,
tersia-sia dan tidak memiliki kesadaran
tak berguna seperti batang kayu.

Ia (kematian) datang tanpa diundang,
ia telah memisahkan (kehidupan) tanpa persetujuan. Seperti datangnya, demikian juga cepat perginya.
Maka ratapan apa lagi yang dapat ada di sana?

Orang yang berpikiran picik menyiksa dirinya sendiri dengan berpikir:
“Aku mempunyai anak-anak, aku mempunyai kekayaan.”
Jika dirinya sendiri bukanlah miliknya, kapankah pernah ada anak atau harta yang jadi miliknya?
11. TIROKUôôA SUTTA

Tirokuóóesu titthanti sandhisaïghàtakesu ca
dvàrabàhàsu titthanti àgantvàna sakaÿ gharaÿ
Pahåte annapànamhi khajjabhojje upatthite
na tesaÿ koci sarati sattànaÿ kammapaccayà
Evaÿ dadanti ¤atinaÿ ye honti anukampakà
suciÿ panitaÿ kàlena kappi yaÿ pànabhojanaÿ
Idaÿ vo ¤atinaÿ hotu sukhità hontu ¤àtayo
Te ca tattha samàgantvà ¤atipetà samàgatà
Pahåte annapànamhi sakkaccaÿ anumodare
Ciraÿ jivantu no ¤àti yesaÿ hetu labhàmase
Amhàkaÿ ca katà pujà dàyakà ca anipphalà
Na hi tattha kasã atthi gorakkhettha na vijjati,
Vanijjà tàdisi natthi hira¤ena kayàkkhayaÿ
Ito dinnena yàpenti petà kàlakatà tahiÿ
Unname udakaÿ vattaÿ yathà ninnaÿ pavattati
Evameva ito dinnaÿ petànaÿ upakappati
Yathà vàrivahà pårà paripårenti sàgaraÿ
Evameva ito dinnaÿ petànaÿ upakappati
Adàsi me, akàsi me ¤àtimittà sakhà ca me
Petànaÿ dakkhinaÿ dajjà pubbe kata manussaraÿ
Na hi runnaÿ va soko và yà ca¤¤à paridevanà
Na tà petàna matthàya evaÿ tiññhanti ¤àtayo
Aya¤ca kho dakkhiõà dinnà saïghamhi supatiññhità
Dãgharattaÿ hitàyassa thànaso upakappati

So ¤àti dhammo ca ayaÿ nidassito
Petàna pujà ca katà ulàrà
Bala¤ ca bhikkhåna manuppadinnaÿ
Tumhehi pu¤¤aÿ pasutaÿ anappakanti.

SUTTA PELIMPAHAN JASA UNTUK ARWAH

Di luar dinding-dinding mereka berdiri dan menunggu, dan di persimpangan-persimpangan jalan dan di lorong-lorong, kembali ke rumahnya yang dulu (sewaktu masih hidup), mereka menunggu di luar pagar.

Tetapi ketika pesta pora sedang berlangsung, dengan makanan dan minuman beraneka ragam, kenyataannya tak satu pun manusia yang mengingat makhluk-makhluk yang terlahir akibat karma buruknya yang lampau.
Maka mereka yang berbelas kasihan di hatinya, seharusnya memberi sanak keluarganya yang telah meninggal minuman dan makanan yang murni, dan baik serta tepat untuk saat ini.

“Semoga jasa kebajikan ini melimpah pada sanak keluarga, semoga mereka berbahagia.” Hantu-hantu dari sanak yang meninggal ini, bergerombol dan menanti di sana.

Dengan senang hati mereka akan mendoakan bagi sanaknya untuk makanan dan minuman yang berlimpah: “Semoga sanak kita panjang usia, karena merekalah kita memperoleh persembahan ini.

Karena kehormatan telah diberikan pada kita,
Belum pernah seorang pemberi tidak menerima buahnya.
Karena di sana tiada pertanian, tiada peternakan,
Demikian pun tiada perdagangan dan lalu lintas uang,
Maka arwah-arwah sanak keluarga yang telah meninggal
Hidup di sana dari apa yang diberikan di sini.

Bagaikan air mengalir di bukit, mengalir ke bawah untuk mencapai lembah yang kosong. Demikian pula pemberian yang diberikan di sini dapat menolong para arwah sanak keluarga yang telah meninggal.
Bagaikan sungai-sungai, jika penuh dapat menampung air yang mengalir untuk mengisi laut. Demikian pula pemberian yang diberikan di sini dapat menolong arwah-arwah sanak keluarga yang telah meninggal.
“Ia berikan kepadaku, bekerja bagiku, ia sanakku, sahabatku, kerabatku.”
Memberikan hadiah untuk yang meninggal, memperingati apa yang biasa mereka lakukan.

Bukan tangisan, bukan kesedihan, bukan perkabungan apapun juga yang dapat menolong sanak keluarga yang telah meninggal. Perbuatan demikian, tidak akan menolong mereka.

Tetapi, bila persembahan ini,
dengan baik dihaturkan kepada Saïgha,
Bagi mereka akan bermanfaat lama,
baik di kemudian hari maupun pada saat ini.

Telah diperlihatkan jalan sejati kepada sanak keluarga,
Dan bagaimana menghormati yang telah meninggal,
Dan bagaimana para Bhikkhu dapat diberikan kekuatan pula,
Dan bagaimana engkau dapat menimbun buah-buah jasa yang besar.

(Sutta ini dipetik dari Khuddakanikàya I, Khuddhakapàñha VII, p.7)

12. NIDHIKHAöDHA SUTTA

Nidhiÿ nidheti puriso (gambhãre udakantike;
Atthe kicce samupanne, atthàya me bhavissati)
Rajato và duruttassà, corato pãëitassa và
Iõassa và pamokkhàya, dubbhikkhe àpadàsu và
Etadatthàya lokasmiÿ nidhi nàma nidhãyyati

Tàvassunihito santo, gambhãre udakantike
Na sabbo sabbadàyeva, tassa taÿ upakappati

Nidhi và ñhànà cavati, sa¤¤a vàssa vimuyhati
Nàgà và apanàmenti, yakkhà vàpi haranti naÿ

Appiyà vàpi dàyàdà, uddharanti apassato
Yadà pu¤¤akkhayo hoti, sabba metaÿ vinassati

Yassa dànena sãlena, sa¤¤amena damena ca
Nidhi sunihito hoti, itthiyà purisassa và

Cetiyamhi ca Saïghe và, puggale atithãsu và
Màtari pitari vàpi, atho jeññhamhi bhàtari

Eso nidhi sunihito, ajeyyo anugàmiko
Pahàya gamanãyesu, etaÿ àdàya gacchati

Asàdhàraña - ma¤¤esaÿ, acoraharaño nidhi
Kayiràtha dhãro pu¤¤ani, yo nidhi anugàmiko

Esa devamanussànaÿ, sabbakàmadado nidhi
Yaÿ yaÿ devàbhipatthenti, sabba metena labbhati

Suva¤¤atà susaratà susaõñhànaÿ suråpatà
âdhipaccaÿ parivàro, sabba metena labbhati
Padesarajjaÿ issariyaÿ, cakkavatti - sukhaÿ piyaÿ
Devarajjampi dibesu, sabba metena labbhati

Mànusikà ca sampatti, devaloke ca yà rati
Yà ca Nibbànasampatti, sabba metena labbhati
Mittasampada - màgamma, yoniso ve payu¤jato
Vijjàvimutti vasãbhàvo, sabba metena labbhati

Pañisambhidà vimokkhà ca, yà ca sàvakapàramã
Paccekabodhi Buddhabhåmi, sabba metena labbhati

Evaÿ mahatthikà esà, yadidaÿ pu¤¤asampadà
Tasmà dhãrà pasaÿsanti, Paõóità katapu¤¤atanti.

SUTTA TENTANG PENIMBUNAN HARTA SEJATI

Harta seseorang ditimbun dalam-dalam (di dasar sumur, Ia berpikir: “Bila timbul kebutuhan untuk pertolongan, yang berada di situ untuk menolong diriku.”)

Untuk pembebasanku jika Raja gusar atau untuk uang tebusan kepada perampok bila ditahan sebagai sandera, untuk melunasi hutang, dalam keadaan sukar atau kecelakaan.

Kendati pun diselubungi sebaik-baiknya, sedemikian dalam di dasar sumur, tetapi sama sekali tidak akan cukup untuk kebutuhannya selama-lamanya.

Timbunan itu pindah dari tempatnya atau ia lupa tanda-tandanya, atau naga-naga mengangkutnya, yakkha-yakkha mencurinya.

Mungkin juga keluarganya yang tak menyukainya mengangkutnya jika ia tak berjaga-jaga, dan jika semua jasanya telah habis, harta pun akan lenyap.

Gemar berdana dan memiliki sila, atau pandai menahan diri dan mengendalikan diri, suatu tumpukan jasa telah ditimbun dengan baik bagi seorang wanita atau pria.
Dalam cetiya-cetiya atau dalam Saïgha, dalam perorangan atau dalam tamu-tamu, dalam seorang ibu, dalam seorang ayah, bahkan dalam seorang saudara tua.

Inilah harta yang disimpan paling aman, tak mungkin hilang. Di antara yang ditinggalkan jika harus meninggal, ia membawanya.

Tiada seorang pun yang dapat mengambilnya, perampok-perampok pun tidak dapat merampasnya, maka lakukanlah perbuatan baik (jasa), Inilah harta yang susul-menyusul.

Inilah harta yang memuaskan keinginan para dewa dan manusia
Mereka dapat memperoleh apapun yang mereka inginkan karena buah dari jasa-jasa mereka.

Wajah cantik, suara merdu, kemolekan dan kejelitaan, kekuasaan dan pengikut-pengikut, semuanya diperoleh karena buah jasa-jasa.

Kedaulatan dan kekuasaan, kerajaan besar, kebahagiaan seorang Cakkavatti, kekuasaan dewa di alam surga,
Semuanya diperoleh karena buah jasa-jasa.

Dan setiap kejayaan manusia serta kebahagiaan surgawi, bahkan kesempurnaan Nibbàna, semuanya diperoleh karena buah jasa-jasa.
Miliki sahabat-sahabat mulia (menggunakan akal benar) ia
memperoleh: kebijaksanaan sejati dan pembebasan Semuanya diperoleh karena buah jasa-jasanya.

Pengetahuan analitis Pembebasan,
Kesempurnaan seorang siswa,
Tingkat Pacceka Buddha dan tingkat Buddha
Semuanya diperoleh karena buah jasa-jasanya.

Demikian besar karunia yang diberikan,
yaitu kekayaan jasa-jasa,
Karena itulah Para Bijaksana memujikan untuk menimbun jasa-jasa.

(Sutta ini dipetik dari Khuddakanikàya I, Khuddakapatha VIII, p.8)

13. ABHIDHAMMA

DHAMMASAðGANöI

Kusalà dhammà akusalà dhammà abyàkatà dhammà, katame dhammà kusalà, yasmiÿ samaye kàmàvacaraÿ kusalaÿ cittaÿ uppannaÿ hoti, somanassasahagataÿ ¤aõasampayuttaÿ, råpàram-maõaÿ và saddàrammaõaÿ và, gandhàrammaõaÿ và rasàrammaõaÿ và, phoññhabbàrammaõaÿ và dhammàrammaõaÿ, yaÿ yaÿ và panàrabbha, tasmiÿ samaye phasso hoti avikkhepo hoti, ye và pana tasmiÿ samaye a¤¤epi atthi pañiccasamuppannà aråpino dhammà, ime dhammà kusalà.

VIBHAðGA

Pa¤cakkhandhà, råpakkhandho, vedanàkkandho, sa¤¤àkkhandho, saïkhàrakkhandho, vi¤¤aõa-kkhandho, tattha katamo råpakkhandho, yaïkinci råpaÿ atãtànàgatapaccuppannaÿ, ajjhattaÿ và bahiddha và, olàrikaÿ và sukhumaÿ và, hãnaÿ và panãtaÿ và, yaÿ dåre và santike và, tadekajjhaÿ abhisa¤¤uhitvà abhisaïkhipitvà, ayaÿ vuccati råpakkhandho.

DHâTUKATHâ

Saïgaho asaïgaho, saïgahitena asaïgahitaÿ, asaïgahitena saïgahitaÿ, saïgahitena saïgahitaÿ, asaïgahitena asaïgahitaÿ, sampayogo vippayogo, sampayuttena vippayuttaÿ, vippayuttena sampa-yuttaÿ, asaïgahitaÿ.

PUGGALAPA¥¥ATTI

Cha pa¤¤attiyo, khandhapa¤¤atti, àyatanapa¤¤atti, dhàtupa¤¤atti, saccapa¤¤atti, indriyapa¤¤atti, puggalapa¤¤atti, kittàvatà puggalànaÿ puggala-pa¤¤atti, samayavimutto asamayavimutto, kuppa-dhammo akuppadhammo, parihànadhammo, aparihà-nadhammo, cetanàbhabbo anurakkhanàbhabbo, puthujjano gotrabhå, bhayåparato abhayåparato, bhabbàbamano abhabbàbamano, niyato aniyato, pañipannako phale, thito arahà arahattàya pañipanno.

KATHâVATTHU

Puggalo upalabbhati, sacchikatthaparamatthenàthi, àmantà, yo sacchikattho paramattho tato so puggalo upalabbhati, sacchikatthaparamatthenàti, na hevaÿ vattabbe, àjànàhi niggahaÿ hi¤ci, puggalo upalabbhati, sacchikatthaparamatthena, tena vata re vattabbe, yo sacchikattho paramattho tato so puggalo upalabbhati, sacchikatthaparamatthenàti, micchà.
YAMAKA

Ye keci kusalà dhammà, sabbe te kusalamålà, ye và pana kusalamålà, sabbe te dhammà kusalà, ye keci kusalà dhammà, sabbe te kusalamålena ekamålà, ye và pana kusalamålena ekamålà, sabbe te dhammà kusalà.

PAòòHâNA

Hetu paccayo, àrammaõapaccayo, adhipatipaccayo, anantarapaccayo, samanantarapaccayo, sahajàtapac-cayo, a¤¤ama¤¤apaccayo, nissayapaccayo, upanis-sayapaccayo, purejàtapaccayo, pacchàjàtapaccayo, asevanapaccayo, kammapaccayo, vipàkapaccayo, àhàrapaccayo, indriyapaccayo, jhànapaccayo, magga-paccayo, sampayuttapaccayo, vippayuttapaccayo, atthipaccayo, natthipaccayo, vigatapaccayo, avigata-paccayo.

14. ETTâVATâ

Ettàvatà ca amhehi
Sambhataÿ pu¤¤a sampadaÿ
Sabbe devà anumodantu
Sabba sampatti siddhiyà

Ettàvatà ca amhehi
Sambhataÿ pu¤¤a sampadaÿ
Sabbe bhåtà anumodantu
Sabba sampatti siddhiyà

Ettàvatà ca amhehi
Sambhataÿ pu¤¤a sampadaÿ
Sabbe sattà anumodantu
Sabba sampatti siddhiyà
Idaÿ vo ¤àtinaÿ hotu
Sukhità hontu ¤àtayo (3x)

âkàsatthà ca bhummatthà
Devà nàgà mahiddhikà
Pu¤¤aÿ taÿ anumoditvà
Ciraÿ rakkhantu ........ (sebutkan nama almarhum/mah)

âkàsatthà ca bhummatthà
Devà nàgà mahiddhikà
Pu¤¤aÿ taÿ anumoditvà
Ciraÿ rakkhantu tvaÿ sadà’ti.

Sàdhu! Sàdhu! Sàdhu!

PENYALURAN TIMBUNAN JASA

Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa
Semoga semua dewa turut bergembira
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.

Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa
Semoga semua makhluk halus turut bergembira
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.

Sebanyak kami telah
Mencapai dan mengumpulkan jasa
Semoga semua makhluk hidup turut bergembira
Agar mendapat keuntungan beraneka warna.
Semoga jasa-jasa ini melimpah
Pada sanak keluarga yang meninggal,
Semoga mereka berbahagia. (3x)

Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa,
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi ........ (sebutkan nama almarhum/mah)

Semoga para makhluk di angkasa dan di bumi,
Para dewa dan naga yang perkasa,
Setelah menikmati jasa-jasa ini,
Selalu melindungi kita selamanya.

Sàdhu! Sàdhu! Sàdhu!